Senin, 25 Oktober 2010

Telisik Makna Kebaikan

Bagi saya hidup ini harus dijalani dengan berat. Sejak aliran hidup ini mengalir saya sudah mengalami berbagai macam hal yang berat. Semua orang memiliki kadar masing-masing untuk menakarnya. Bagi saya ini hanya masalah yang terus membuntuti. Setiap saya berada disuatu tempat maka dengan otomatis masalah itu ikut dibelakang. Waktu juga tak mampu memisahkan hubungan saya dengan masalah ini. Kendali ada di saya untuk menyelesaikan semua ini. Hanya ini masalah yang terlalu terurai panjang dan ruwet. Saya hanya akan berusaha sebisa saya. Berhasil atau tidak belum ada indikasi secara pasti.
Sejak tadi saya terus menyebut kata “masalah”. Itu membuat sebuah kewajiban bagi saya untuk menjelaskannya. “masalah” yang saya maksud adalah jiwa asosial yang sudah terlalu sering saya bahas di blog saya ini.
Ada pertanyaan dari teman saya yang ditunjukkan ke saya setelah saya selalu mengeluh masalah asosial ini.
“ Apa sesungguhnya yang sudah kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?”
Lalu saya menjawab.
“Berbuat baik kepada sesama.”
Dia diam dan menyepakati.
Pangkal dari masalah ini jiwa egoistis, individualistik dan Whisnu minded. Semua hanya bisa diatasi ketika kita mulai menaruh semua kebiasaan pikiran yang buruk itu ke dalam tempat yang tepat. Lalu kita dituntut untuk menyeburkan diri ke dalam kehidupan nyata. Kehidupan dimana adanya kewajiban interaksi diantara penduduk bumi. Saya harus meninggalkan zona aman di ruang lingkup sempit yang telah saya buat sendiri. menyingkirkan pagar pembatas sekat-sekat. Sudah saatnya saya berani menjalani hidup layaknya manusia normal. Menjadi makhluk sosial.
Sering saya memiliki teman. Namun tak pernah berumur lama. Selalu ada permasalahan tidak masuk akal yang membuat akhirnya kami saling berjauhan. Padahal awalnya kami begitu dekat. Ada saya maka ada teman saya. Kami seolah dijodohkan oleh lingkungan sekitar kami. Kenapa kami bisa berpisah adalah karena kami terlalu dekat. Sudah menjadi kelemahan saya untuk tidak terlalu mau membuka diri dengan banyak orang. Kalau berteman hanya mau dengan satu orang saja. Tapi saya berusaha memaksimalankan hubungan saya itu. Hingga terikat satu hubungan yang begitu erat. Mungkin karena terlalu erat itu yang mebuat masalah kecil bisa terasa besar. Atau kami terlalu menjaga agar hubungan kami awet dengan kebahagiaan dan melupakan bahwa suatu saat kami akan mengalami masa ujian pertemanan diantara kami.
Sekarang kita akan memabahas solusi yang saya tawarkan untuk diri saya sendiri. Berbuat baik kepada sesama. Sudah bebarapa saat ini, saya berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hal berat pada awalnya. Terlihat sepele. Kita hanya perlu memberikan apa yang orang lain butuhkan. Itu akan membuat kebahagian teman saya muncul. Secara tidak langsung saya mendapat sumbangan kebahagiaan dengan kadar tak tentu. Seiring dengan terlewatinya waktu. Saya merasa berbuat baik ternyata bukan perkara mudah. Saya baru menyadari kalau berbuat baik artinya kita membunuh diri kita dan yang harus ada adalah orang yang kita tolong. Kita tak boleh memikirkan bahwa kita juga butuh atau ketika kita akan kelabakan setelah memberikan bantuan kita. Kita sudah mati.
Contoh peristiwa adalah. Teman saya hutang lima puluh ribu. Di dompet saya hanya ada lima puluh ribu lebih sedikit. Karena sepertinya teman saya membutuhkan. Sudah tentu saya punya kewajiban untuk meminjaminya. Setelah itu dia bilang baru akan membayar beberapa hari lagi. Seingat saya empat hari. Kalau saya melihat dompet saya, kemampuan daya belinya hanya akan bertahan hingga dua hari. Nah, dua hari sisanya menuntut saya harus mencari cara untuk memenuhi hajat hidup. Dengan cara bagaimana? Jelaslah bahwa saya juga harus berhutang dan menghemat pengeluaran semaksimal mungkin. Lebih tepatnya menolong orang berhutang dengan berhutang.
Setiap kali saya berfikir apakah berbuat baik semacam itu benar atau salah. Saya akan mengingat Rasulullah yang memang melakukan demikian. Sebagai umatnya yang terpisah jarak waktu yang jauh. Saya hanya bisa menirunya. Dengan demikian saya mendapatkan semangat baru untuk terus berbuat baik. Sekalipun kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada saya. Setidaknya kejahatan meraka harus saya balas dengan senyuman, tegur sapa yang ramah.
Saya juga tidak harus menuntut mereka membalas apa yang sudah saya lakukan. Biarlah Sang Maha Pemberi yang mebayar semuanya. Walau kadang terbesit harapan bahwa teman saya akan mebalas “perhatian” ke saya. Selama ini saya hanya membutuhkan rasa perhatian itu.
Bagi yang membaca catatan ini. Harapan saya agar kita bisa saling menguatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran. Dengan sabar maka kita akan terus bisa berbuat baik.
24102010,05.55 WIB di ruang tengah Rumcay
Bersama beberapa lagu Yu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar