Senin, 15 Oktober 2012

PROSES#3


Setelah beberapa hari stagnan, tanpa kelajuan, tanpa perkembangan, disitu-situ saja. Hari ini saya lebih bisa fresh. Lebih bisa mengamati apa yang mengikat saya.

Pertama, saya terlalu ingin menjadi “someone” –penulis lain yang saya idolakan-. Saya pernah mendengar kita memang tidak pernah benar-benar bisa melepaskan jeratan dari faktor eksternal semacam ini. Tapi...saya merasa menjadi terpenjara pada satu bilik yang menyiksa. Pada satu titik saya merasa bukan saya. Pada titik yang lain, energi saya habis untuk bisa menjadi seperti “someone”. Pemborosan. Saya adalah saya. Kemutlakan entitas diri. Kalau saya mengejar menjadi “someone”, saya tak lebih seperti proyeksi bayangan di cermin. Ada tapi tidak nyata.

Kedua, saya malas. Tidak ada obat yang mujarab selain...Entahlah, saya sendiri juga kurang tau.

Ketiga, keempat, kelima saya malas...Beneran saya mengalami masa dengan kemalasan tingkat akut. 

Mungkin sih...ini masih saja kemungkinan. Saya masih ingin menulis hanya sekedar untuk mendapatkan pengakuan. Tidak salah, hanya kurang pas. Menulis butuh wadah yang lebih besar dibanding hanya sebuah pengakuan. Seperti ikan yang meskipun bertahan hidup di kolam, tapi wadah seharusnya adalah lautan. 

Kemudian, wadah besar itu apa? yang bagaimana? saya tidak tau. Wadah besar itu sesuatu yang tidak bisa saya definisikan dengan pasti, tapi bisa saya rasakan dengan pasti. Mungkin kebermanfaatan? Mungkin Pencarian? Mungkin Kebenaran? Mungkin Pengabdian? Apapun kemungkinan yang muncul, saya hanya ingin semua bermuara pada satu titik Mahabesar, TUHAN!

Alasan – alasan saya adalah jangkar. Mengait saya untuk berada di dermaga yang sama. Ok, saya seharusnya tidak terjebak dengan beban-beban yang seharusnya saya abaikan. Itu tuntutan yang retoris menurut saya. Keberadaanya ada untuk diabaikan.  Toh menuliskannya seperti ini untuk apa? Untuk siapa?

Selasa, 02 Oktober 2012

PROSES#2


Apa yang saya harapkan terjadi pada hari ini, sama sekali berbanding terbalik dengan faktanya. 0 kata, 0 huruf. Bahkan melihat Atana saja nggak. Atana juga nggak bereaksi apa-apa. Akhirnya saya cuma menunggu dengan nihil. Kami sedang tidak terkoneksi. Saya mengalah.

Besok mungkin saya akan vakum kembali. Saya ingin memperkaya Atana dengan riset. Saya ingin riset tentang bunga anggrek dan burung, untuk tokoh Laras. Informasi tentang pantai Gunung Kidul, Burung, teknik fotografi dan Cemara udang untuk Atana. Beberapa hal filosopis tentang Tuhan, cinta dan kehidupan untuk ruh cerita.


Hari ini saya justru terpikat dengan buku Inheritance yang merupakan series terkair dari novel Eragon. 900-an lebih halaman. Saya bacanya seperti sedang mendaki  gunung. Pelan-pelan, engos-engosan, tapi tetap merangkak naik. Banyak sekali adegan yang menurut saya bisa diilangin. Dipotong sana-sini, tanpa sedikitpun mengurangin keasyikan cerita. Terlepas dari semua kekuarangnnya itu, saya jadi termotivasi kembali untuk mengerjakan novel fantasi yang sudah saya bikin rancangan dunianya. Setelah Atana tentunya.

Senin, 01 Oktober 2012

PROSES#1


saya tidak tau, rasanya ada yang salah dengan diri saya. Rasanya saya sangat susah untuk menulis sesuatu. Apapun itu. Saya teramat malas. Entahlah…saya merasa seperti ada beberapa lapis tembok yang selalu mementalkan keinginan saya menulis. Saya di depan laptop, saya sudah menyiapkan segala yang saya rasa dibutuhkan dalam posisi menulis-Niat,suasana, ide yang mengalir-.  Entahlah dari ketiga hal itu mana yang cacat. Sampai detik ini saya tidak beranjak dari apapun.

Kalau niat dan suasana sudah ada dan begitu mendukung. Kadang idenya terasa begitu “mentah”. Sampai saya kembali bertanya pada cerita saya, “mau gimana?” atau “terus kalau sudah begitu, apa yang kalian inginkan?”.Seringnya saya bertanya, dan mereka tak bersuara.

Saya akhirnya mencoba membeli buku untuk membuat semacam outline. Sejujurnya saya tidak terbiasa dengan metode demikian. Biasanya cerita bergerak menuntun saya menulis. Jadi “mereka” terbebas membuat ceritanya sendiri. Bukan saya yang membuat “mereka” hidup. Tapi “mereka” membuat dirinya hidup sendiri. Yah tapi, apa salahnya mencoba. Setidaknya hanya untuk lebih merunutkan apa yang ada diotak dan benak saya. Siapa tau ini jadi media saya dan “mereka” bisa berdiskusi bersama.

Kita lihat beberapa hari ke depan apa ada perubahan? Saya harap iya.

Baik...ini kita jadikan hari pertama proses kreatif saya dimulai. Dengan catatan saya membuat sedikit kecurangan, karena sudah menulis 1530 kata terlebih dahulu. Anggap saja ini modal awal. Toh akan bertambah atau bertahannya semua tergantung pada saya.

Setelah ini kita akan menyebut “mereka” dengan sebutan Atana. Sampai detik ini, itu identitas mereka yang terlintas.