Senin, 25 Oktober 2010

Kebebasan Semu

Beberapa hari lalu saya sadar. Saya tak sepenuhnya manusia bebas. Bisa melakukan semua hal semau saya. Sesukanya melakukan ini dan itu. Saat terbaring sakit, saya merasa tak bebas bergerak. Bahkan untuk sekedar berjalan saja tidak bebas. Makanan apapun juga tak enak. Obat ini dan itu harus terminum pada waktu yang telah ditentukan. Saya harus patuh! Tentu saja saya tak bebas dengan ini.
Organ-organ saya semakin tak sanggup membuat imunutas akan alergi. Hidung saya semakin sensitif dengan minuman dingin. Selamat tinggal es krim nan menggoda (Berat sekali meninggalkanmu). Perut saya tak kuat menahan lapar yang berakibat maag. Selamat tinggal makanan pedas (Harusnya butuh perpisahan untuk menghormati perpisahan ini). Dan saya sudah tak mungkin mencicipi ikan asin kalau tak ingin mual-mual. Diet ketat ini juga membuat saya tak bebas.
Kapan saya bebas dari kebebasan semu ini?
Hanya saja sebagai hamba yang berTuhan. Saya dituntut untuk tidak mengeluhkan masalah ini. Dengan keterpenjaraan kebebasan ini saya harus bisa mengais-ngais rasa bersyukur. Mungkin saya kurang tau hikmah dibalik semuanya. Tapi ini hanya perkara belum tau saja. Memaksakan untuk tau juga bukan solusi. Tak bijak pula hanya termangu menunggu.
Saat ini saya hanya tau satu hal dalam masalah ini. Hidup yang selalu bahagia akan membuat hidup kita terasa cepat berlalu. Sedang dengan adanya masalah, hidup kita akan melambat. Dan kita bisa lebih memiliki kesempatan untuk menikmati hidup lebih lama.
24112010

Hubungan Harmonis Kakak Beradik


Full Metal Alchemist 51 Episode,
Sudah sekian lama sebenarnya punya anime ini. Udah tersimpan sangat rapi di hard disk eksternal saya sekian waktu. Tak tersentuh. Belum ada niatan saja. Soalnya waktu baca cerita di komiknya agak GeJe. Waktu nonton sekilas episode-episode awal juga agak GeJe. Akhirnya minat saya terhadap anime ini amat sangat rendah. Urutan kesekianlah dari daftar flim yang harus saya tonton.
Tapi waktu liburan merapi kemarin, saat semua flim yang saya miliki telah terbabat hanya dalam waktu beberapa hari. Padahal liburan masih tersisa sekian hari lagi. Satu-satunya yang tersisa ya hanya Anime Full Metal Alchemist ini. Akhirnya terpaksa menontonnya. Dan prediksi saya akan flim ini salah. Flim ini keren, bagus dan ciamik. Rekomendasi buat ditonton.
Ceritanya adalah tentang si Ed dan si Al, kakak beradik. Kehilangan sosok ibu membuat mereka begitu terpukul. Faktor usia bisa jadi alasan akan hal itu terjadi. Akhirnya kakak beradik ini nekat memilih untuk menghidupkan ibunya dengan sebuah teknik Alchemist terlarang. Karena meraka masih alchemist pemula. Jurus itu malah merenggut tubuh si Al dan hanya menyisakan jiwanya saja. Sedangkan si Ed kehilangan sebelah tangan dan kakinya. Tragis sekali. Apakah saya juga akan seterpukul itu, hingga berbuat nekat kalau kehilangan ibu saya. (Ah, apa-apaan. Saya tak berani membayangkan yang beginian).
Dari sana, saya menemukan hubungan kakak beradik yang begitu harmonis. Ed adalah kakak yang menyayangi Al, adiknya. Ed merasa bersalah akan kesalahannya yang hingga membuat adiknya berada di sebuah armor untuk menopang jiwanya setelah kejadian itu. Ed adalah kakak yang mau mengorbankan apapun demi melindungi adiknya. Sekalipun Ed juga kakak yang tengil nan arogan. (Biasalah hegemoni seorang kakak!). Merasa lebih tua lebih berkuasa. Nah tak kalah baiknya, Al juga adik yang sangat amat menyayangi Ed. Bahkan terkadang peran kakak untuk menjaga diambi alih oleh Al. Al kadang lebih dewasa ketimbang Ed. Soalnya si Ed suka bertndak gegabah dan semaunya. Intinya sih, mereka adalah pasangan kakak beradik yang harmonis. Mampu hidup sebagai dua individu yang saling melengkapi.
Kehidupanku,
Saya dengan kakak saya walau satu rumah dari kecil, bahkan saling senyum saja tidak pernah. Kalau lewat, ya lewat begitu saja. Tak ada keinginan dari saya untuk harus menegur kakak saya. Kalau kakak saya lagi insaf dan menegur saya, terlebih dahulu saya tak terlalu hasrat membalasnya. Kalau saya jarang insaf dan menegur kakak saya dulu. Itu sudah sekian lama terjadi, dari saya kecil hingga sekarang. Apakah kami harmonis? Kami hanya merasa tak ada masalah dengan itu.
Dari sana saya suka ketergentungan dengan salah satu teman saya (Sebut saja dia Mr.Bernandes). Ketergantungan itu karena saya menganggap teman saya itu sebagai kakak, menggantikan kakak saya yang acuh tak acuh itu. (yang menurut saya teman saya itu lebih cocok disebut kakak saya ketimbang kakak saya sendiri). Dia Dewasa, mengayomi dan perhatian. Dia melengkapi dan meutupi kelemahan saya. Serta melindungi saya. Kakak sejatilah. Senang sekali kalau bersamanya. Rasanya kedamaian abadi seperti yang disebut pembukaan UUD 1945 sudah tercapai saja. Untung dia juga menganggap saya sebagai saudaranya. Jadi perhatian saya tak bertepuk sebelah tangan. Mungkin benar kata Rasulullah, kalau hubungan dengan sahabat itu jauh lebih dekat ketimbang dengan saudara sendiri.
Intinya lagi, semoga saya dan teman saya bisa di dekatkan selalu dalam do’a dan keterikatan batin. Amin.

Berburu Ide

18112010-Rumcay, 14:42 WIB
Saya berani mengatakan bahwa masalah yang paling berat yang kalian alami saat menulis adalah Menemuka IDE (sengaja saya tulis capital, penanda betapa fundamentalnya sebuah ide). Pertanyaan yang sering saya dengar adalah bagaimana menemukan ide? Ide itu sulit sekali dicari, benarkah? sudah bermiditasi, ide itu juga tak juga datang?! (Saya bertaruh itu pertanyaannya bukan?)
Kita akan mengulas bagaimana cara berburu ide. Saya lebih suka menggunakan kata berburu karena berburu itu lebih mengasyikkan ketimbang mencari. Saya sarankan kalian memperbaiki posisi duduk kalian, ide itu terkadang suka muncul saat kita dalam mood yang baik. Mood yang baik bisa dipancing dengan kenyamanan yang kita buat. Punya beberapa camilan rasa apa saja? kalau tidak ada saat ini, itu tak masalah. Tapi saya punya satu saran buat kalian, ini hanya antara kita saja.
“ Good food for good mood!”
Kita akan memulai perburuan. Untuk memburu ide kalian juga harus menggunakan semua panca indera yang kalian miliki (ini tidak berlaku bagi yang merasa punya kelebihan indera). Tanpa menggunakan semua panca indera kalian. Kalian tak akan mampu menemukan buruan kalian dengan mudah. Saat menumukanpun buruan kalian akan mudah kabur dari cengkraman kalian.
1. Gunakan indera penglihatan.
Awasi sekeliling kalian. Ada banyak sekali sebenarnya ide yang berserakan disekitar kalian. Hanya saja kita teralu malas untuk mengamatinya. Mandel, si jenius yang dinobatkan sebagai bapak genetika. Mendpatkan hadiah nobel karena bermula dari pengamatanya akan sekitarnya. Kalau saja kalian lebih peduli, kalian juga punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan hadiah nobel. Kita kan sama-sama makan nasi?
2. Gunakan indera pendengaran.
Dengar setiap obrolan orang yang ada di dekat kalian, tanpa kalian sadari ide juga bisa muncul dari pembicaraan mereka baik keluhan, masalah atapun kabar bahagia dari orang-orang disekitarmu sangat mungkin untuk dijadikan sebuah tulisan fiksi. Karena pada dasarnya tulisan fiksi adalah perangkuman sejumlah konflik.
3. Menyatukan indera perasa,peraba dan penciuman.
Suatu cerita yang bagus adalah saat dimana penulis bisa mengajak pembaca membayangkan isi cerita. Untuk melakukan itu tentu penulis harus begitu mahir mendeskripsikan apa yang hendak disampaikan. Sebagai contoh: untuk menggambarkan suasana TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
“Udara pengap dan bau tak sedap merambat cepat memenuhi seluruh penciumanku. Rasa jijik begitu meminimalisiri perasaan nyaman dalam benak….” Itu hanya contoh, dengan menjelaskan dari bau, rasa dan suasana. Dari penggabbungan itu, pembaca bisa ikut merasakan dari apa yang dimaksud penulis.
Satu lagi yang hendak saya ingin sampaikan. Kalau tadi adalah senjata kalian. Maka tempat berburu kalian ada di beberapa tempat. Silahkan ditambahkan sendiri kalau anda punya lebih banyak dari saya!
1. Saat menonton siaran televisi dan flim
Perkenalkan saya adalah seorang sufi ( Suka nonton flim). Saya menghabiskan banyak waktu longgar saya untuk “belajar” dari sebuah flim. Bagi saya flim itu juga merupakan sebuah tulisan hanya saja dalam bentuk visual. Dari flim saya mampu menangkap beberapa pencerahan untuk hidup saya pribadi (tergantung flim apa yang kalian tonton). Secera tidak langsung saya juga jadi menemukan ide tanpa saya minta. Enak sekali! sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Mendapatkan kenikmatan menonton dan mendapatkan ide. (bagi yang tidak suka menonton itu jelas tidak berlaku).
2.Saat membaca buku
Jangan katakan kalian penulis kalau kalian tidak suka membaca. Kalau kalian tidak suka membaca. Saya sarankan anda menghentikan membaca ini dan pergilah dari pelatihan ini. Dan simpan mimpi anda untuk menjadi penulis.
Tanpa membaca kalian akan miskin ide. Ceritanya kalian akan itu-itu saja. membosankan. Dan menjadi penulis kreatif itu hanya angan-angan yang sangat muskil tergapai. Lalu bagaimana? Hanya satu kalau kalian ingin kaya ide, jadilah pembaca omnivore-pembaca yang membaca semua jenis karya-.
Semua orang sudah sepakat menjodohkan menulis dengan membaca. Jadi jangan ganggu ketentraman keluarga mereka. (Perlu kalian tau mereka sudah punya dua anak, ilmu dan Karya!
3.Percakapan
Percayalah banyak ide muncul dari percakapan sehari-hari. Hanya kita yang kurang mampu menangkapnya. Waspadalah!
4.Artikel Koran dan Majalah
Koran dan majalah akan membuat kalian menemukan ide yang sangat luas. Kalau kalian enggan, selamat kalian akan mendapat gelar pecu (penulis cupu).
5.Jalan-jalan
Untuk menghidupkan sebuah suasana dari apa yang hendak kalian deskripsikan. Kalian tentu saja sudah harus pernah ke sana. Kalian tak mungkin mengada-ada. Mungkin sekarang sudah bisa diganti dengan mencari data yang dibutuhkan akan suatu informasi dari buku literatur atau internet. Tapi rasanya akan jauh berbeda ketika kalian pernah kesana dibandingkan belum pernah. Pembaca akan lebih merasakan feel dari suatu yang anda ceritakan ketika kalian memang pernah benar-benar pernah ke tempat dari cerita kalian. Ini sesuatu keajaiban dalam kepenulisan. (saya sendiri tak tau kenapa).
6.Internet
Kalau ini semua pasti akan berteriak “Hooore!”. Siapa yang tak betah-betah berada di depan layar laptop saat sedang berselancar di dunia maya. Apalagi dengan menggunakan bantua mbah google semua bisa dengan mudah dicari. Tinggal bilang “ mbah saya mau cari info tentang ini, tolong dibantu ya!” dengan sedikit menambahkan mantra dari Pak tarno, maka mbah google akan mengabulkan permintaan kalian. “Bim salabim jadi apa prok-prok” informasi yang kita inginkan akan muncul.
Mudahkan?

I’m a Sexy Man

Nggak tau, kubangan saya di kasur empuk terusik. Stigma-stigma tak bermutu dari beberapa sinetron atau iklan yang beredar gentayangan di media televisi terpkasa mengguncangkan masa dormansi saya.Dalam paradigma berfikir otak saya,
Bagi saya pria sexy adalah pria yang mencintai pekerjaannya. Atau kalau belum bekerja, dia mencintai apa yang sedang dilakukannya. Menekuninya. Dia cukup membanggakannya kepada sekitarnya. Apapun yang dilakukan(asalkan hal positif).
Bagi saya pria sexy adalah pria dengan segudang kebebasan. Saat dirinya tak perlu terkekang akan sistem yang membelit. Sanggup menentukan arah hidupnya sendiri. Tak terlalu rikuh dengan orang sekitarnya. Namun tetap menjaga keramahan. Dunia meluas tak terukur. Hingga dia bebas melangkah kemana saja tanpa batas.
Bagi saya pria sexy adalah pria yang mencintai sesama. Tak terlalu peduli apa yang akan terjadi pada dirinya saat menolong orang. Diotaknya hanya ada sesama yang harus dijaga. Menjaga orang yang dicantainya dengan pengorbanan.
Apakah saya termasuk di tiga kriteria itu? Saya berusaha kesana.
Saya cukup teriritasi dengan tampang-tampang indo yang bertaburan di dunia persinemaan Indonesia. Saya merasa tidak terwakili sebagai manusia yang asli Indonesia. Yang ada di telivisi itu hanya 0,0000..% dari penduduk Indonesia. Saya pikir kebanyakan pria Indonesia tak secermerlang itu kulitnya (merujuk pada diri sendiri). Tidak pula paras wajahnya serupawan itu (kali ini tak perlulah merujuk pada saya). Hidung mancung, mata biru, rambut kecoklatan, tinggi menjulang dan nama yang susah diucapkan. Tampang-tampang Indo itu menjadi kamuflase kehidupan manusia di Indonesia yang masih mengalami berbagai macam kesulitan. Berbagai macam problematika remaja yang putus sekolah, muram. Bentuk tubuh yang mohai para Indo menjadi fatamorgana dari busung lapar yang melanda sebagian anak Indonesia. Indo yang pasti bergelimang harta kontras dengan usaha remaja Indonesia mengais sedikit uang dengan susah payah.
Bukan salah mereka menjadi Indo. Itu kelebihan. Tapi sudah saatnya yang bukan Indo juga punya kesempatan sama. Modal kemampuan yang mumpuni tanpa wajah yang menawan juga patut mendapat apresiasi yang sama.
18112010

Berbagi semangat di Kota Keringat Lengket

-16112010-
Kereta ekonomi datang telat itu biasa, Kereta api sampainya molor juga biasa. Tidak heran orang Indonesia sabar-sabar, soalnya sudah terbiasa bersabar menunggu kedatangan angkutan transportasi.
“Di depan stasiun gubeng ada PDAM lalu belok kiri….”Petunjuk arah yang dikirim Ni’am kurang lebih begitu. Saya lalu menafsirkan bahwa belok kiri setelah di depan PDAM. Lalu saya mengikuti petunjuk berikutnya dari sms pentunjuk yng diberikan Ni’am. Sama sekali berbeda. Tapi saya masih ngotot dengan melangkah ke arah ini. Sampai saya sedikit mulai merasa bahwa saya Kesasar. Katanya kalau kesasar di Surabaya bakal susah baliknya. Saya membayangkan saja ngeri. Dengan rasa gerah yang masih tersisa sejak di kereta, saya memutuskan untuk bertanya dengan seorang penjaga POM bensin.
“Maaf pak Unair kampus A dimana ya?
“Ooo…Di belakang mas.” Masnya menunjuk ke arah belakang Pom. Wah saya sedikit berbahagia, pasalnya saya ternyata tak salah jalan.
Mengikuti jalan dengan petunjuk mas pom bensin- di belakang-. Saya mengikuti jalan aspal (Perintah dari Ni’am selanjutnya berbunyi “ …Ikuti jalan aspal…”. Hallo? Semuanya jalan di Surabaya beraspal). Sudah mentok gang, saya masih belum menemukan kampus Unair. Setidaknya bangunan megahnya saja belum terlihat. Saya sudah merasa salah mengambil jalan. Menyadari akan kesalahan dalam menginterpretasikan sms dari Ni’am. Saya memutuskan balik ke Stasiun Gubeng. Memaknai kembali petunjuk “Di depan stasiun gubeng ada PDAM lalu belok kiri….” Bahwa saya harus belok kiri dari Stasiun yang di depannya ada PDAM. Benar saja. Saya lalu terseret di perjalanan sampai menemukan Unair kampus A. Sampai akhirnya saya sampai ke kosan Ni’am dengan selamat tak kurang apapun.

Rasa lengket karena keringat yang bercucur dalam jumlah luar biasa banyak menguatkan niat saya untuk mandi di sore ( sesuatu yang jarang saya lakukan sebagai mahasiswa di Jogja). Saya merogoh-rogoh dalam tas ransel saya. Mencari peralatan mandi. Sudah mentok ke bawah masih belum juga ketemu. Dengan nada datar saya bertanya ke Ni’am. Memelas penuh harapan. Merutuki kegegabahan diri.
“Am punya Sikat gigi? Am punya anduk kering? Am punya sabun cair?”
Ni’am mengambilkan saya sikat gigi yang konon belum pernah di pakai. Anduk kering, dia cuma punya satu, ya yang dipakainya. Ha? Saya harus berbagi anduk dengan seseorang? Fuh setelah bertanya apakah Ni’am memiliki penyakit kulit dan dibalas tegas TIDAK. Saya mengambil handuk yang terlihat sudah sangat tua berwarna hitam. Kalau sabun Ni’am hanya punya yang padat. Dia menambahkan itupun tinggal sedikit pula. Kali ini saya belum siap untuk berbagi sabun dengannya ( Sampai hari terakhir saya mandi tanpa sabun).
Bodohnya adalah ketika sudah berada di dalam kamar mandi. Saya lupa tanya yang mana peralatan mandinya. Jadi saya hanya mengguyur badan dengan air, tanpa menjamah semua peralatan mandi yang seharusnya. Saya sebenarnya juga kebingungan mengunci pintu kamar mandinya. Ni’am menjelaskan kamar mandi memang tidak bisa dikunci. Saya untungnya tidak mendorong kamar mandi yang tertutup. Soalnya di kos-an saya suka tetep ditutup walaupun tidak dipakai. Jadi harus memastikan apakah ada penghuni atau tidak di kamar mandi walaupun pintunya ditutup dengan mendorong pintu. Kalau saya melakukan itu…Porno ah!
Saya memberondong berbagai macam pertanyaan sesaat habis mandi ke Ni’am.
“ Apakah kamar mandinya memang begitu…yah begitulah?” Dijawab “ BIARIN, KALAU GAK MAU MANDI DI SINI. DI KOS-AN ZAZA’ SANA.
“Apakah air warna hitam itu warna airnya atau warna bak mandinya?”. Dijawab “ ITU YANG ITEM BAKNYA. REWEL!!”
Saya bungkam untuk sementara. Sampai saya sadar di pagi hari kalau sikat yang saya pakai sudah berwarna putih pekat (biasanya kan putih bening) penutup sikatnya. Saya bilang ke Ni’am “ OGAH PAKAI SIKAT INI LAGI.”
Malam menjelang larut kami berdua berjalan-jalan menyusuri Jalan Gubeng. Saya di ajak ke pasar malam. Memang ramai. Apalagi saat itu malam minggu. Pasar malamnya layaknya sunmor (Sunday Morning) di UGM. Hanya sekalanya lebih kecil. Yang kayak ginian saya kurang doyan.
Saya harus salut dengan Ni’am kerana kesabaran menjalani hidup di kamar ini. Hampir seluruh alat elektronik yang dimilikinya bekerja dengan tidak wajar. Selalu mengundang emosi. Komputernya LCDnya doang yang mentereng, tapi lemotnya minta ampun (Tanpa sepengetahuan Ni’am saya sampai menendang CPUnya saat terbawa emosi). Modem yang katanya baru dibeli itu juga sangat amat lemot. Buat buka email gagal, buat buka blog gak sanggup, buat buka facebook layaknya waktu berputar lebih lama. Bisanya apa sih nih meodem. Kipas angin yang sangat eksentrik-saya lebih meresa angker-. Soalnya tiba-tiba mati, tiba-tiba nyala lagi, tiba-tiba mati lagi, tiba-tiba nyala lagi, dst.
Kos-an Ni’am memang tidak terlalu besar. Serangkaian alat elektronik bercecer tak rapi. Pakaian bekas tercentel tak rapi di gantungan, banyak pula. Seongok pakaian direndam di depan pintu. Tapi selebihnya saya akan mengakui kalau kamarnya jauh lebih rapi ketimbang kamar saya yang sudah tak berfungsi sebagai kamar lagi.
Saya jadi iri dengan Ni’am. Dia sudah menemukan identitas dari potensi. Dia seorang mahasiswa yang begitu menikmati kegaitan merakit robot. Terlihat dari serentetan alat elektronik yang tergolek di lantai, di meja, di kasur, di lemari, di bawah kasur. Apalagi Ni’am sudah diakui kemampuannya dalam bidang kelektronikan di angkatannya, oleh rekan-rekannya bahkan dosen. Punya kesempatan ke Belanda pula.Sedangkan saya? Masih berkubang pada tak kebermutuan hidup. Masih belum mengenal potensi apa yang sebenarnya saya terkandung dalam diri saya. Kemampuan jurnalis, sejauh ini saya kurang skeptis. Sebagai novelis, hanya cercaan kekuarangan yang didapat. Ahli di bidang pertanian, lupakan sajalah.
Pembicaraan kami selanjutnya hanya berkutat pada romantika anak muda. Kami yang sudah cukup dewasa memang sudah waktunya memperbincangkan masalah beginian. Baik romantika masa lalu maupun romantika yang tengah kami alami di masa kini. Seperti dalam dendang lagu abah Rhoma Irama yang mengingatkan kami, “ Darah muda/Darahnya para remaja…
Hari berikutnya saya sudah merengek-rengek sejak pagi ke Ni’am untuk menemani ke Suramadu. Sepepu saya akhirnya konfirmasi tidak bisa mengantar. Ni’am beralasan tak punya kendaraan dan tak tau jalan.Halah alasan.
Pada akhirnya motor itu datang tak diminta atas kunjungan kami ke kos-an Zaza’, Bagus, Arif, Tejo dan Erlan. Kami berangkat di senja hari. Di Suramadu kami berkesempatan melihat matahari tenggelam di selat Madura. Disempat-sempatkan berhenti pula(Ini sebenarnya melanggar rambu-rambu.)
Setelah kami dari plesiran di Suramadu. Kami menyempatkan berkunjung ke Kos-an Hakim. Saya baru tau Hakim sudah menemukan usaha yang memperkaya dirinya. Juragan pulsa dan juragan printer.Printernya saja sampai 3.
Di kamar Bagus saya menggangunya, padahal dia hendak belajar UTS. Untuk dua mata kuliah pula. Saya malah mengajaknya ber-euforia masa SMA. Saya melacak nasib beberapa teman SMA pasca kelulusan.
Hari ketiga, saya muring-muring di pagi hari. Pasalnya siang sebelumnya saya dibelikan es teh porsi gelas sogem. Itu membuat alergi saya kumat. Saya jadi beler dan hidung saya bumbek. Malamnya eh sang empu rumah tidur nyenyak mendahului saya. Tanpa mempedulikan apakah sang tamu sudah idur atau belum. Meninggalkan saya sendiri di malam penuh kesunyian. Saya sudah berusaha membangunkan Ni’am. Mencubit-cubit kulit Ni’am. Yang bikin ilfeel, udah gak mau nemenin malah saya disembur saat nggak bisa buka pintu kamar.
Di Shubuh, sebelum saya hengkang dari Surabaya. Saya memberikan berbagai macam petuah (Sebelumnya saya banyak diberikan banyak petuah oleh Ni’am.). Mengingatkan Ni’am agar tak terlena dengan romantika anak muda. Kalau dia menolak petuah saya, rambutnya saya jambak keras. Layaknya mama tiri pada anaknya saja. Saya sudah berasa tuir nian.
Saya merengek buat dipijit leher saya, biar hidung saya kembali lancar bernafas. Dengan ogah-ogahan Ni’am melakukan. Tapi enak pijitannya mengingatkan akan orang tua saya di rumah. Untuk ini saya harus mengatakan Ni’am adalam patner pergaulan terbaik saya. Bayangkan dia sampai melakukan itu. Saya saja mungkin bakal misuh-misuh kalau disuruh gituan.
Saya bakal tak akan melupakan semuanya. Suara merdu Ni’am saat tilawah. Ledekan Ni’am akan pigmen kulit saya, katanya “ Pigmen kulit saya menyerap panas, sedangkan pigmen kulitnya memantulkan panas.” Dia menambahkan, “ Makanya kamu suka tidak betah di tempat panas.” Dalam hati saya jawab “ Kurang ajar, ini mah Surabayanya saja yang panasnya keterlaluan. Sandal saja saya waktu ditinggal Sholat Dzuhur langsung mendidih dan bikin kaki saya melempuh panas.” Dan tentu saja akan perbincangan romantika anak muda yang terus akan kami hadapi.
Sampai bertemu di Jurnal akhir pekan berikutnya.
20:03 WIB, KEDIRI!!!

Festival Seni Internasional

Sehari sebelumnya saya sudah begitu antusias. Saya sms beberapa orang. 1 menjawab tidak bisa karena ada agenda. 1 menjawab tidak tertarik( ini jawaban yang sungguh tak kuharapkan), 1 tak membalas dan terakhir hanya Handika yang membalas.
Karena waktunya bentrok dengan jadwal saya latihan silat. Maka saya diharuskan untuk memilih. Pertimbangan saya, acara seperti ini hanya setahun sekali. Belum tau juga apakah tahun depan saya masih bisa melihat lagi atau tidak. Tidak ada jaminan untuk itu. Saya memutuskan untuk membolos latihan silat-oh jangan pakai kata itu kesannya saya bertindak negatif-. Mungkin kita pakai padanan kata itu yaitu tidak hadir karena ada halangan. Konsekueansi yang saya terima dari keputusan itu adalah saya akan semakin tertatih-tatih mengejar ketertinggalan saya. Oh semoga Allah memudahkan semua urusan saya.
Kita tinggalkan probelamatika pribadi saya itu dan melanjutkan ke alur serangkain cerita selanjutanya. Handika datang dengan begitu semangat. Namun karena saya sudah ada agenda yang tak mungkin ditinggal saat itu. Saya menyuruh Handika untuk menununggu saya sampai rapat CWC selesai. Ternyata rapatnya baru selesai setelah ashar -salah saya juga yang banyak berbicara tak penting-. Handika saya suruh langsung ke Maskam saja. Biar langsung berangkat. Tiba-tiba di HP saya, tanpa tersadari Handika sms beberapa kali agar saya pulang dulu dan mebawakan nasi, nanti uangnya diganti. Merepotkan. Bukan takut tidak diganti-walau kadang suka begitu-, tapi saya tidak ingin datang terlambat.
Jengkel saya sudah mengusulkan beberapa pelajaran berarti kepada Handika. Namun setelah menimbang kupustukan mebelikan nasi dengan dua lauk pauk, Rp 12.000,-. Itu pelajaran kepada Handika yang telah membuat saya jengkel.
“Syukurillah itu dik, kau pasti butuh perbaikan gizi dan perlu sedikit bersedekah. Agar dompetmu tak lebih tebal daripada dompetku”.
Sampai di tempat, kami langsung bergegas berburu tempat yang tepat agar bidikan pacarku(sebutan untuk DSLRku) paling maksimal. Entah karena saya kualat dengan Handika atau bagaimana, saya jadi dapat tempat yang sangat tidak strategis. Melihat dari belakang pertunjukannya. MasyaAllah, gak asyik bin S.A.R.U.
Ulasan pertunjukan yang seru.
*(Gunung kidul), pertunujukkan tentang petani dan tetek bengeknya. Sayang ajaran Hindu yang jadi landasan cerita ini. Terlepas dari itu, sebagai peragaan budaya maka saya menyukainya.
*(Kulon Progo), lama banget tapi keren. Mungkin karena ini penampilan awal jadi semua energi positif penonton terhadap acara masih sangat kuat.
(Kota Yogyakarta), wah saya ini keadaan yang sangat menyebalkan. Saya tertindas kerumunan orang. Tak bergerak sama sekali. Padahal inginnya hati ingin keluar. Intinya penarinya menggunakan baju warna hitam dan putih , serta beraksi freestyle dengan menggunakan sepeda.
Jepang, entah karena saya je-jepangan. Apapun yang berkaitan dengan jepang selalu menarik untukku.
*Kalau tidak salah ya…
Yang tidak seru!!!
Bantul, karena posisi saya tidak mengenakkan hati.
Sleman, ngeri. Mirip debus gitu.
Sama boneka dari venezuella, soalnya yang dongeng bahasanya aneh. Bikin bingung saja.
Yang terlewat!!!
Pokoknya yang bajunya hitam. Ada yang tau darimana?
Korea
Sama tarian bali.
Yang terlewat itu kasihan sekali, karena penontonnya sudah menyelamatkan diri dari hujan deras yang tiba-tiba datang menyergap seluruh area di sekitaran Taman pintar. Saya dan sekerumpulan fotografer tentu segera menyelamatkan nyawa kamera kami. Mungkin bagi saya dan fotografer yang lain, menyelmatkan kamera dari hujan sama dengan menyelamatkan nyawa diri sendiri.
Handika dengan tampang muram durja sudah menunggu saya di tangga utama shoping. Handika sudah menyelamatkan diri jauh-jauh sebelum hujan. Tapi yang menyulitkan saya adalah tas saya dibawa olehnya, jadi nasib pacar saya benar-benar dipertaruhkan saat saya menyelamatkan dari hujan.
Handika…Handika, kau tak bisa membohongiku bahwa kau tidak menikmati hari itu. Kau terlihat lesu dan tak bergairah. Maafkan saya teman. Semoga ini akan jadi memori kita berdua yang tak terlupa. Allah yang menjadi saksi.
Walau saya merutuki kenapa hari sabtu saya berlalu cepat. Padahal hari sabtu adalah hari tanpa beban.
Sekian dan terima kasih.
NB: Agar tidak membuat berat teman-teman dalam membuka blog ini, saya sarakan kalau teman-teman berminat melihat hasil jepretan saya pada saat itu silahkan melihat FB saya. Dengan nama: Whisnu Febry Afrianto.
03102010

Berkunjung ke Perpustakaan D. I. Yogyakarta

23102010 Tengah siang
Berdasarkan rekomendasi dari Mas Ashif dan keinginan sejak dulu. Akhirnya untuk akhir pekan ini saya menyempatkan berkunjung ke Perpustakaan Daerah (Selanjutnya Perpuda). Kunjungan pertama, saya baru sadar ternyata ada peringatan 25 tahun kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah jepang. Secara lebih khusus adalah Yogyakarta dan Kyoto. Inilah yang mebuat saya salut akan Jepang. Jepang seperti sedang menebus dosan masa lalunya.
Saya sudah lama tidak merasakan jalan-jalan menggunakan Busway. Jadi saya memutuskan untuk menitipkan sepeda motor di Mirota dan saya naik dari shelter Kopma.
Di depan Perpusda terdapat tugu berwarna merah dari sebuah simbol tugu yang ada di Kyoto. Banyak orang yang menyatakan Kyoto adalah Jogjanya Jepang. Seperti Jogja, Kyoto merupakan daerah yang penuh dengan situs budaya. Sangat menarik untuk wisatawan.
Kalau dilihat dari luar Perpusda sedikit tersamar dengan bangunan yang ada disekitarnya. Ini akan mempersulit untuk menemukannya. Bahkan tepat diluar gedung masih terlihat pedagang pada umumnya yang berjualan di Malioboro.
Setelah masuk saya langsung terkagum. Di sekitaran berjejer rak-rak dari arsip berbagai macam Koran dan majalah. Dari tahun 50an hingga masa melenium. Luar biasa. Manuskrip tua itu tersimpan rapi disini. Yang membuat saya terkagum lagi. Kesan berdebu tidak terlalu Nampak dari manuskrip itu. sekalipun masih sangat jelas bahwa bentuknya sudah kumal. Tapi saya harus memaklumi karena usianya yang selisih 40an tahun lebih dari umur saya.
Saya masuk ke dalam ruangan dibelakang ruang lobby. Betapa takjubnya. Saya. Manuskripnya lebih tua ketimbang kedua orang tua saya. Subhanallah!
Interior ruangan dibuat masih sangat tradisonal. Ini mungkin alasan Pepusda menjadi cagar budaya. Walaupun kemoderenitasan sudah teraplikasikan dalam berbagai sudut ruangan. Mulai AC, Wifi, ruang audio visual(digunakan untuk bisokop mini). bahkan di lantai dua saya menemukan kamera pengintai.
Saya begitu tertarik untuk menikmati fasilitas lesehan untuk membaca di ruang lobby. Lantai yang berbahan kayu halus. Seolah saya membayangkan berada di Jepang.(sebagian rumah jepang masih menggunakan kayu sebagai lantai). Suasana yang sangat sepi. Padahal tepat di depan merupakan jalan Malioboro yang sangat padat. Itu kerennya, semacam ada sekat yang memisahkan. Perpuda seperti telah memiliki bagian yang tak terusik dunia luar ketika kita sudah berada di dalam.
Kita juga tak akan kebingungan saat kebelet. Ada kamar mandi yang bersih di bagian belakang. Di sebalah toilet ada mushola yang cukup luas untuk pengunjung Perpusda yag bisa dihitung dengan jari setiap harinya.
Setelah lega buang hajat saya melihat ruang Gallery berupa halaman yang diisi dengan beberapa alat percetakan.
Di depan ruang gallery saya memutuskan untuk berkunjung ke ruang pameran buku Kyoto. Jumlah bukunya tak terlalu banyak. Rata-rata bukunya menggunakan huruf hiragana. Saya sempat mencoba mempraktikan ilmu bahasa jepang saya untuk membaca dan mengartikan maskudnya. Ternyata hanya berhasil dua kata. Yaitu “watashi” yang artinya saya dan “ wa” yang merupakan partikel dalam Bahasa Jepang.
satu ruangan terakhir yang bisa kita kunjungi di lantai satu adalah ruang nusantara(saya tak yakin namanya itu, saya agak lupa). Ruangan yang berisi foto-foto sejarah Yogyakarta dan buku – buku tentang Yogyakarta.
setelah asyik dengan lantai satu saya beranjak naik kelantai dua. Saya suka bentuk tangganya. Muter gitu. Bagi saya asyik naik tangga sambil muter. Saya sampai naik turun tangga beberapa kali. Sebagian orang pasti melihat dan membatin “dasar udik”.
Lantai dua berisi beberapa ruang diskusi dan belajar. Sekumpulan meja dan kursi yang tersusun rapi. Di sini tersedia banyak tempat diskusi. Kita pasti akan betah berlama-lama di sini. Tenang sekali suasananya. Meja diskusi panjang juga bisa menampung sekian banyak orang. Ada ruang Jogjasiana yang memuat buku-buku tentang Jogja. Dan ketika kita membuka pintu di ujung, saya langsung merasa seperti di iklan-iklan. Pemandangannya langsung terhampar ke Malioboro yang padat.
Sedikit yang yang menggangu adalah lantai dua ACnya saat itu tidak dihidupkan. Langsung terasa panas ketika saya menginjakkan kaki di lantai daun. Semoga ini hanya ketidak beruntungan saya yang berkunjung disaat AC tidak dinyalakan.
Setelah merasa puas saya haus dan membeli sari kacang ijo kotak. Tak dinanya untuk pertama kalinya saya melihat indomaret yang sebagus ini. ada ruang wi-finya. Dan deretan kursi yang bisa di pakai untuk itu. jadi tempat dagangannya agak sedikit kebelakang.
NB: sebenarnya mau di posting sekali foto-fotonya, tapi karena dari DSLR, memori satu foto gede dan berat kalau diposting-bikin lama-. Kebetulan laptop saya yang ada picasanya lagi tidak bisa buat internetan. Jadi ya dinikmati saja ya

Telisik Makna Kebaikan

Bagi saya hidup ini harus dijalani dengan berat. Sejak aliran hidup ini mengalir saya sudah mengalami berbagai macam hal yang berat. Semua orang memiliki kadar masing-masing untuk menakarnya. Bagi saya ini hanya masalah yang terus membuntuti. Setiap saya berada disuatu tempat maka dengan otomatis masalah itu ikut dibelakang. Waktu juga tak mampu memisahkan hubungan saya dengan masalah ini. Kendali ada di saya untuk menyelesaikan semua ini. Hanya ini masalah yang terlalu terurai panjang dan ruwet. Saya hanya akan berusaha sebisa saya. Berhasil atau tidak belum ada indikasi secara pasti.
Sejak tadi saya terus menyebut kata “masalah”. Itu membuat sebuah kewajiban bagi saya untuk menjelaskannya. “masalah” yang saya maksud adalah jiwa asosial yang sudah terlalu sering saya bahas di blog saya ini.
Ada pertanyaan dari teman saya yang ditunjukkan ke saya setelah saya selalu mengeluh masalah asosial ini.
“ Apa sesungguhnya yang sudah kamu lakukan untuk menyelesaikan masalah ini?”
Lalu saya menjawab.
“Berbuat baik kepada sesama.”
Dia diam dan menyepakati.
Pangkal dari masalah ini jiwa egoistis, individualistik dan Whisnu minded. Semua hanya bisa diatasi ketika kita mulai menaruh semua kebiasaan pikiran yang buruk itu ke dalam tempat yang tepat. Lalu kita dituntut untuk menyeburkan diri ke dalam kehidupan nyata. Kehidupan dimana adanya kewajiban interaksi diantara penduduk bumi. Saya harus meninggalkan zona aman di ruang lingkup sempit yang telah saya buat sendiri. menyingkirkan pagar pembatas sekat-sekat. Sudah saatnya saya berani menjalani hidup layaknya manusia normal. Menjadi makhluk sosial.
Sering saya memiliki teman. Namun tak pernah berumur lama. Selalu ada permasalahan tidak masuk akal yang membuat akhirnya kami saling berjauhan. Padahal awalnya kami begitu dekat. Ada saya maka ada teman saya. Kami seolah dijodohkan oleh lingkungan sekitar kami. Kenapa kami bisa berpisah adalah karena kami terlalu dekat. Sudah menjadi kelemahan saya untuk tidak terlalu mau membuka diri dengan banyak orang. Kalau berteman hanya mau dengan satu orang saja. Tapi saya berusaha memaksimalankan hubungan saya itu. Hingga terikat satu hubungan yang begitu erat. Mungkin karena terlalu erat itu yang mebuat masalah kecil bisa terasa besar. Atau kami terlalu menjaga agar hubungan kami awet dengan kebahagiaan dan melupakan bahwa suatu saat kami akan mengalami masa ujian pertemanan diantara kami.
Sekarang kita akan memabahas solusi yang saya tawarkan untuk diri saya sendiri. Berbuat baik kepada sesama. Sudah bebarapa saat ini, saya berusaha mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hal berat pada awalnya. Terlihat sepele. Kita hanya perlu memberikan apa yang orang lain butuhkan. Itu akan membuat kebahagian teman saya muncul. Secara tidak langsung saya mendapat sumbangan kebahagiaan dengan kadar tak tentu. Seiring dengan terlewatinya waktu. Saya merasa berbuat baik ternyata bukan perkara mudah. Saya baru menyadari kalau berbuat baik artinya kita membunuh diri kita dan yang harus ada adalah orang yang kita tolong. Kita tak boleh memikirkan bahwa kita juga butuh atau ketika kita akan kelabakan setelah memberikan bantuan kita. Kita sudah mati.
Contoh peristiwa adalah. Teman saya hutang lima puluh ribu. Di dompet saya hanya ada lima puluh ribu lebih sedikit. Karena sepertinya teman saya membutuhkan. Sudah tentu saya punya kewajiban untuk meminjaminya. Setelah itu dia bilang baru akan membayar beberapa hari lagi. Seingat saya empat hari. Kalau saya melihat dompet saya, kemampuan daya belinya hanya akan bertahan hingga dua hari. Nah, dua hari sisanya menuntut saya harus mencari cara untuk memenuhi hajat hidup. Dengan cara bagaimana? Jelaslah bahwa saya juga harus berhutang dan menghemat pengeluaran semaksimal mungkin. Lebih tepatnya menolong orang berhutang dengan berhutang.
Setiap kali saya berfikir apakah berbuat baik semacam itu benar atau salah. Saya akan mengingat Rasulullah yang memang melakukan demikian. Sebagai umatnya yang terpisah jarak waktu yang jauh. Saya hanya bisa menirunya. Dengan demikian saya mendapatkan semangat baru untuk terus berbuat baik. Sekalipun kepada orang yang tidak pernah berbuat baik kepada saya. Setidaknya kejahatan meraka harus saya balas dengan senyuman, tegur sapa yang ramah.
Saya juga tidak harus menuntut mereka membalas apa yang sudah saya lakukan. Biarlah Sang Maha Pemberi yang mebayar semuanya. Walau kadang terbesit harapan bahwa teman saya akan mebalas “perhatian” ke saya. Selama ini saya hanya membutuhkan rasa perhatian itu.
Bagi yang membaca catatan ini. Harapan saya agar kita bisa saling menguatkan dalam hal kebaikan dan kesabaran. Dengan sabar maka kita akan terus bisa berbuat baik.
24102010,05.55 WIB di ruang tengah Rumcay
Bersama beberapa lagu Yu

3 Cinta dalam Imajinasi

Norah Jones, Dee dan Hinata. Aku memaksakan ketiganya menjadi sejajar untuk mengisi hari-hariku. Norah Jones adalah penyanyi jazz yang suaranya membuat siapapun merasa seperti disapa. Dee dengan Supernova dan Rectoverso telah merubah Dee menjadi sosok penulis yang selalu dihati. Terkahir adalah Hinata, tokoh di manga Naruto. Tokoh imajiner yang sudah kujadikan kecengan sejak SMA.
Aku selalu berfikir bahwa aku tak harus melihat sosok asli mereka. Norah Jones itu orang mana. Dee itu beragama apa. Kenyataan bahwa Dee adalah seorang istri dari siapa. Fakta bahwa Hinata hanya tokoh dalam sebuah cerita. Aku tetap ingin mereka sesuai imajinasiku. Lekat tak bergerak.
Biarlah aku membayagkan bahwa Norah Jones adalah wanita dewasa yang cantik, mengayomi dan penuh perhatian. Norah Jones memiliki segudang cinta yang akan selalu dibagikan kepada semua yang mendengarkan lagunya.
Dee dalam bayanganku layaknya wanita berusia dua puluh tahunan. Sosok jenius yang mampu membuat semua tampak berkelas dalam ceritanya. Cerita-ceritanya seolah hanya ditunjukkan kepadaku. Aku seperti memiliki tulisan-tulisannya, masuk dan merasakannya. Dee penuh keromantisan dalam bertutur kata dan mendedangkan lagunya. Bukan menciptakan lagu murahan dan klise. Tapi Dee membuat cinta jadi terasa berbeda.
Berbeda dengan Hinata. Aku tau sosok dari Hinata. Gadis pemalu, kurang PD dan rasa cinta yang tersembunyi. Aku telah mengimajinasikan Hinata sebagai sosok nyata yang ada di dunia nyata. Jangan sebut aku aneh atau autis. Aku sendiri tak tau kenapa itu terjadi. Hinata sudah bertahun-tahun mengisi cinta dalam hidupku sekalipun lagi-lagi itu hanya imajinasiku saja.
Aku selalu berharap ada sosok Hinata dalam kehidupan nyata. Aku ingin dikagumi diam-diam tanpa aku ketahui. Itu membuatku laksana pria istimewa. Dan gadis pemalu seperti Hinata telah berubah menjadi kriteria khusus seorang wanita menurutku.
25102010

PKM oh PKM, Jilid 2

Jum’at selalu terlihat sendu, beda halnya dengan kami(Saya, Ayu dan Erva) yang seperti segerombolan mahasiswa tanpa beban. Padahal beban UTS sedang bersarang di segenap penjuru otak. Belum ditambah beban laporan, tugas kuliah sampai cucian yang nggak kering-kering atau malah masih menumpuk di kamar?
Masih teringat perjuangan dengan Ayu di rabu siang dan malam. Sejatinya kami berdua hanya ingin mengedit format halamannya saja. tapi tak disangka, itu menjadi puncak frustasi. Saya menyerah, mengetuk-ketuk meja, menggerakkan tetikus komputer, sampai istighfar sebanyak-banyaknya tetap saja belum bisa menyelesaikannya. Ayu dibelakangku hanya melihat dan memberi semangat (tugasmu mulia sekali yu!). Sampai akhirnya dengan memgucap Bismillah saya membuka google, eyangnya solusi. Dari situ saya dikasih tau cara untuk masalah yang tengah saya hadapi. Namun tetap saja, saya dan Ayu kebingungan.
Belajar satu hal bahwa kebahagian itu tidak terikat akan sesuatu. Dalam hal ini saya membatasi kebahagian adalah ketika kita tertawa. Tidak membutuhkan modal berupa uang yang banyak, hanya dengan modal kemampuan mengolah suasana saja sudah bisa membuat guyonan nan bermutu dan renyah. Tidak pernah terikat waktu, kebahagian datang begitu saja tanpa permisi. Tak perlu tempat mewah untuk merasakannya.
Dar situ bersama Erva dan Ayu membuat mie lidi sebagai bahan bercandaan. Ceritanya adalah saya sakit perut karena memakan mie lidi berwarna merah rasa cabe dan merica. Mie lidinya itu bisa membuat kita menangis bukan karena terharu tapi karena kepedesan. Efek berikutnya adalah perut jadi mual. Mie lidi satunya berwana putih rasa garam. Rasanya hanya asin. Kreatif sekali. Mungkin setelah ini aka nada variasi rasa lain semisal rasa teh, rasa kopi, rasa seledri, rasa daun salam dst. Tapi dilarang memakan mie lidi banyak-banyak karena mengandung banyak micin. Akibat bagi kesehatan adalah sanggup menimbulkan kanker payudara(Bagi pria tentu itu tidak akan terjadi dibagian itu). Mungkin untuk pria menyebabkan kanker lidah, kanker rambut, kanker bulu mata, kanker kuku jempol kaki kiri.
Kami juga tertawa sepanjang perjalanan pergi. Menertawai Ayu yang masih duduk nyaman di demawa tanpa kepentingan apa-apa. Saya bilang dia cuma menuh-menuhi ruangan saja. Saat berjalan kami memilih lantai yang bagus karena biar terkesan sedang berjalan dengan mewah. Membuat kesepakatan untuk menuruni tangga dengan anggun. Oh, ini apa-apaan?
Setelah berlelah-lelah sekian hari dengan PKM, sejenak kami merasa plong. Sudah tidak terhantui PKM lagi. Buat Erva dan Ayu pasti merasa lega karena tidak perlu mendapat semprotan dari setiap sms saya. Maka kita harus rajin berdoa agar tidak ada revisi lagi. Lebih lanjut, agar PKM kita didanai. Lebih tinggi lagi, kita bisa sampai PIMNAS. Amin.
Senin sudah ujian, jangan lupa belajar dan berdoa. Sukses ya!
22Oktober2010

Di bawah Ketiak Setan

Bar ngaji trus aku berubah jadi abu.
Bur! Keterak angin

Ning ngisor wit meneng aku. Setan datang dan bertanya
“lagi ngapain yank?’

Nemu botol. Tak gosok. Keluarlah jin berkaus oblong. Menawarkan berupa rupa permohonan.

Lagi termangu di pinggir jembatan. Berniat bunuh diri. Iblis datang dan berkata
“ rokok bang?”

Di bawah lampu remang remang di pojok jalan. Terkulum seringai senyuman setan.
Di bawah pohon jatuh. Gedebuk! Kepala menyala nyala!

Lilinku bergoyang. Aku hampir tertangkap!

Hap! Genderuwo menelanku bulat bulat

*Kolaborasi saya dan Handika berawal d
ari keisengan melalui sms
22Oktober2010

PKM oh PKM

Episode Jum’at mendung,
Memang benar kata para pakar psikologi bahwa ketika kita dalam keadaan kepepet maka kekuatan kita akan lebih sanggup terurai. Betul saja, seharian saya dan rekan satu PKM(Ayu, Erva) plus pemain figuran Seno. Berjuang mati-matian.
Mendung menenggelamkan keperkasaan matahari. Membawa suasana sejuk. Sangat merayu untuk bersantai-santai saja. Fakultas Pertanian juga masih padat merayap. Semua masih berburu kepentingan masing-masing.
Saat berjalan untuk mencari tanda tangan, seseorang mengabarkan kalau format halaman pengesahan PKM harus seperti ini, sambil menunujukkan format yang benar ke kami. MasyaAllah, sepele tapi akan berdampak pada apa yang harus kami lakukan berikutnya. Maka mulailah kami mengedit. Menggunakan meja dan kursi di sebalah ruang wakadek.
Inilah sifat saya yang menjengkelkan, disaat begitu panik maka saya tidak bisa memikirkan dengan fokus. Pikiran bercabang kemana-mana. Padahal sudah jelas sebanrnya saya sudah mengedit. Tapi karena keteledoranku, saya tidak melihat filenya. Padahal file nya masih ada di Flasdisk saya. Hanya saya mengganti namannya. Dan baru saya sadari setelah saya berada di Warnet.
Langkah dan rasa lapar seolah berpacu menghalangiku. Asupan nutrisi ke otak menjadi berkurang. Hingga saya lupa membawa dompet dan telepon genggam. Kebingungan bagaimana cara nanti saya membayar terus meraba-raba. Kalau kembali, tentu akan membuang – buang waktu. Alasan lain karena saya sudah lelah. Kemudian dengan percaya diri yang dipaksakan saya mencegat seseorang yang kukenal, namun tidak terlalu dekat. Langsung saja tanpa basa-basi saya bilang saya butuh uang. Sepeluh ribu terkantongi. Lega.
Berhubung saya ikut dua PKM tentu tugas saya juga berkelipatan. Setelah selasai dengan tugas satu PKM. Saya harus bergegas mengerjakan PKM satunya lagi. Ternyata saya harus kembali menuruni tiga tangga. Nafas saya sudah tersengal-sengal. Sisi diriku yang baik terus beristighfar, kebalikan dengan sisi burukku yang dari tadi terus saja megumpat dengan menyebut beberapa nama buah. Salah satunya jambu. Kita tak perlu membahas kenapa jambu kan?
Selasai itu, aku memutuskan untuk membelikan rekan-rekanku dengan susu kedelai. Proteinnya yang tinggi mungkin akan meberikan tenaga bagi kami.
Meja yang kami pakai berantakan dengan semua barang- barang kami. kertas berserakan semaunya, proposal terpisah-pisah di tempat yang berbeda dan serangkaian alat lainnya. Rekan –rekan saya terus saja asyik dengan pekerjaannya masing-masing. Saya tentu punya pekerjaan lain. Berburu tanda tangan!
Ruangan Pak Arman terlihat rapi. Jarang sekali dosen memiliki ruangan yang tersusun rapi. Itulah alasan kenapa saya selalu mengakaitkan meja yang tidak rapi dengan kecerdasaan yang dimiliki sesorang. Semakin tidak rapi semakin cerdas. Karena orang cerdas itu terlalu sibuk akan hal yang dianggapnya penting. Merapikan meja itu hanya membuang-membuang waktu. Saya tidak hendak mengatakan Pak Arman tidak cerdas. Wah dengan rasa hormat yang tidak terkurangi secuilpun. Saya adalah pengagum kehebatan Pak Arman. Mungkin Pak Arman sedang ingin disukai oleh Allah karena kerapian itu adalah keindahan. Dan Allah suka dengan keindahan.
“ Mas sepertinya idenya ini sudah pernah ada.”
Saya kemudian diam sejenak. Tak apalah pak, sekarang sudah tahap akhir. Kalau saya harus merenovasi ide tentu saya akan merombak kesemuanya.
Saya dan seno memutuskan untuk menenangkan diri dengan alasan ingin Sholat Jum’at terlebih dahulu. Saya langsung ke masjid dan Seno katanya masih ingin di Gazebo. Kami berpisah di tengah jalan. Erva dan Ayu kami biarkan mengerjakan menyelesaikan tugasnya dan menunggu kami selesai Sholat Jum’at.
Siang itu susah dibedakan dengan sore hari. Langit seolah sedang cemberut. Matahari sedang libur untuk menyinari bumi. Setting tempat berpindah ke Sosek. Semuanya sudah selesai. Tugas di estafetkan ke saya untuk mencentak dan menjilid 2 proposal sekaligus.
Saya memutuskan untuk ke percetakan paling murah. Jelaslah, saya kan bukan akan mencetak selembar atau dua lembar. Mungkin akan mencapai angka ratusan. Saya sejenak melihat dompet, isinya hanya kumpulan uang seribuan yang jumlahnya tak banyak dan receh yang jumlahnya tak kalah sedikitnya. Saya takut uangnya kurang. Saya langsung menghubungi Erva untuk memeberikan uangnya kepadaku. Erva datang dengan wajah lelahnya.
Saat print-nya hampir selesai, saya baru sadar bahwa beberapa barang tidak saya bawa. Maka saya menyuruh Erva datang lagi. Parahnya setelah Erva pergi saya baru sadar lagi ada beberapa barang yang terlupakan lagi. Tak mungkin untuk meminta Erva datang lagi. Telepon genggam Erva juga ditinggal di saya(Inikah negative efek dari the power of kepepet?). Saya juga tidak tegalah menyuruh Erva bolak-balik, apalagi tadi dia kehujanan.
Setelah semua selesai saya berjalan dengan dijatuhi hujan rintik-rintik. Helm kugunakan sebagai pengganti payung. Jilid menjilid diisi dengan berbagai macam ketinggalan. Karena saya butuh merubah filenya dari word ke PDF maka saya harus ke rental terlebih dahulu sebelum menjilid. Tempat terpisah itulah yang menyebabkan saya ketinggalan helm dan beberapa proposal milik Seno di tempat percetakan. Jantung sempat dag-dig-dug.
Ayu kuminta segera ke demawa karena sebantar lagi urusanku selesai. Langkah lunglai melaju ke demawa. Disana, ternyata demawa sudah tutup. Setumpuk proposal yang harus direvisi tertumpuk rapi di meja. Beberapa mahasiswa sibuk mencari dan bertanya. Untuk kali ini saya menikmati sofa empuk demawa. Saya sudah lelah. Inti dari semua ini adalah usahaku sedari pagi ini akan dibuang. Semua proposal yang sudah kuperjuangkan akan diedit lagi.
Uang recehku jatuh!
15 Oktober 2010

Catatan di Selasa Abu-Abu

Untuk hari seninku;
Apakah kemarin itu nyata?
Apakah semua yang dikatakan seseorang kepada kami nyata?
Apakah orang itu sungguh melakukan itu?
Saya masih belum bisa percaya bahwa kemarin itu nyata.
Sadarkan saya kalau kemarin adalah mimpi.
Mimpi buruk.
Untuk hari selasa derita;
PKM saya tak kunjung punya tanda tangan lengkap, ada saja halangan yang terjadi.
Saya lupa membawa kartu praktikum
Saya telah suskes dikejar polisi sampai saya harus bersembunyi di tempat yang salah. Akhirnya tertangkap juga. Bersiap saja untuk menghadapi sidang.
Baru sadar kalau kuliah umum hokaido dilaksanakan setiap hari selasa. Padahal saya harus praktikum dihari itu. saya tak terima.
Lengkap sudah deritaku...
12Oktober2010