Selasa, 31 Mei 2011

Akh


Setiap orang pasti punya sisi lemah dalam dirinya. Ada yang jujur mengakui, ada yang sekuat tenaga berusaha menutupinya dari orang lain. Karakterlah yang membentuk seseorang bertindak salah satu diantara kedua pilihan sikap di atas. Kalau saya jelas, saya orang yang ekspresif. Apa yang saya rasa akan keluar dalam bentuk ungkapan eksperesi.
Teman saya yang saya panggil dengan sepaan akh( red. Saudara laki-laki). Saya jarang memanggil seseorang dengan panggilan itu. Dan saya selalu menolak kalau dipanggil demikian. Apa ya, saya merasa di lingkungan saya panggilan itu untuk merujuk kepada panggilan kepada orang yang dirasa sholeh.  Jadi belum pantas saja bagi saya.
Begini, akh itu orang yang tegar, bijak, baik hati, pinter, ramah lingkungan, rupawan, mapan, punya banyak teman. The man who has everything! Paket komplit! Keren benget lah. Saya suka merasa sosok sempurna itu minim kelemahan.
Saya sempat bertanya-tanya apakah akh juga punya masa galau seperti saya (kalau saya setiap hari adalah galau)?
Setelah sekian lama saya mengenalnya. Baru kemarin saya melihat akh menangis. Iya menangis. Perfect man itu menangis. Satu persatu kelebihannya mulai runtuh. Semua kembali sadar bahwa dia juga manusia yang lemah. Manusia yang pada saat tertentu begitu tak berdaya.
Saya sering melihat dan mendengar teman saya menangis. Tapi ketika akh yang menangis saya hanya dibungkam kebingungan, apa yang hendak saya lakukan. Dalam kondisi terjepit pada suasana dimana saya merasa tak beguna semacam ini adalah menyebalkan! Saya hanya diam. Tangisnya masih pecah. Sedu sedannya mengiris perasaan. Bagi saya seorang akh menangis berarti masalahnya bukan sembarangan. Saya lalu memberanikan diri maju mendekatinya. Saya mengelus punggungnya. Selanjutnya saya hanya bisa meminta akh untuk istighfar. Mau apa lagi? gimana lagi?
Beberapa menit berlalu (bagi saya hitungan menitnya terasa seperti ribuan tahun). Tangisnya mulai memudar. Dia mulai bercerita. Konyolnya saya yang sedari tadi diam jadi ikut tersedu. Melihat sisi akh yang saat itu terlihat lemah, benar-benar bukan seperti akh yang kukenal dan mendengar ceritanya yang begitu pedih benar-benar mengiris perasaan. Saya memeluk akh. Saya ingin berempati pada akh, seperti seorang saudara pada saudaranya. Biasanya akh seperti kakak bagi saya, juga bagi yang mengenalnya. Tapi saat itu saya merasa akh seperti adik saya yang butuh ayoman seorang kakak. Hore! Saya punya adik.
Yang hebat dari cerita akh adalah kebijaksanaannya menanggapi masalah. Dia tidak menyalahakan keadaan, orang lain atau bahkan dirinya sendiri. Tapi akh dengan tegas bilang kalau ini ujian baginya untuk mengerti bahwa segala yang di dunia ini hanya titipan. Sang pemilik punya hak penuh untuk mengambilnya sewaktu-waktu. Akh lebih berorientasi pada solusi ketimbang masalah itu sendiri. Dalam keadaan seberat itu kamu masih membuatku kagum sekaligus tertohok.
Akh, aku yakin seyakin Allah itu esa. Bahwa dirimu pasti bisa melewati masa ini. Setelah masa ini, kamu pasti lahir kembali dengan metamorphosis lebih sempurna lagi.  
Akh, aku menyayangimu karena Allah!

Rabu, 25 Mei 2011

Emakku Kedua

Emak, setelah aku membaca note mas Pam2 aku tergelitik untuk membuat sesuatu untukmu. Untuk kemarin juga. Saat kehadiranmu yang selalu teduh menenangkan jiwaku yang sepi. Emak, kita bersahabat sudah tiga tahun lebih. Tapi kedekatan itu serasa sudah sekian abad terjalin sebelumnya. Kamu hampir mengerti diriku seperti aku yang mengerti diriku sendiri.
Islam memang tak mengenal ajaran akan hidup sebelum kehidupan saat ini. Namun aku paham Allah menghadirkanmu untuk membuatku mengerti bahwa manusia itu selalu membutuhkan penyangga dari orang lain. Kamu selalu ada disaat aku butuh seseorang. Cukup seserorang yang mau mendengar, tidak lebih dan tidak pula kurang. Itu kamu mak. Aku bercerita kepadamu lebih sering dari aku bercerita kepada ibuku sendiri. Apapun itu. Selalu kamu menyulam rapuhku. Aku selalu bisa bangkit karena ada kamu yang mengingatkan.
Mak, aku tau sekarang memang dirimu sudah semakin dewasa. Lebih dari bayanganku, bahkan mungkin dari bayanganmu sendiri. Kamu jauh melampauiku. Lalu kenapa kamu harus mengeluh bahwa kamu merasa semakin jauh dari dirimu yang dulu. Itu hanya pikiran salah diotakmu saja. Faktanya kamu memang berbeda dengan yang dulu, jauh lebih baik mak!Percayalah! Kamu masih emakku yang selalu membuat senyum disekelilingmu. Selalu mak! Bukan hanya aku, tapi semua orang.
Pada masa kedepan aku harus semakin sadar tak ada yang abadi dalam kehidupan. Cintapun selalu punya ruang berpisah. Hanya waktu yang selalu menerjemahkan kehendak Allah pada hambaNya. Aku tau suatu saat kamu akan memiliki seseorang yang lain. Yang memilikimu secara penuh. Dan itu bukan aku. Aku membutuhkanmu justru untuk tempat bercerita akan hidupku nanti dengan istriku. Aku tentu akan dengan ikhlas melepasmu untuk pria yang memilikimu. Kelak waktu itu akan datang. Sekalipun berat. Namun aku harus melepasmu!
Kelak ketika waktu itu hadir, aku tak akan bisa bercerita selepas saat ini aku bercerita denganmu. Jelas itu tak mungkin lagi.
Aku hanya berharap apapun kelak takdir yang mana yang merenggangkan kita. Aku ingin kamu mengenangku sebagai anak tirimu yang selalu merengek meminta asupan semangat.
Mak, terimakasih untuk setiap usaha yang selalu kamu lakukan untuk melapangkan hatiku menerima semua cobaan Tuhan. Aku ingin Allah menjagamu dengan cintaNya. Seperti Allah menjagaku dengan cintaNya.
Untuk sesorang yang lahir di tanggal 25 Mei 1990
25052011

Aku Pubertas di BonBin

Aku ingin tertawa. Aku tidak membayangkan kalau BonBin bisa membuat kakiku serasa hilang dari tubuh ini. Aku ingin bilang ini sangat melelahkan. Wajah melayu, tenaga tersublim, semangat meredup. Hah…Namun, kalau saja aku bisa memilih, aku ingin hariku hanya diisi dengan hari bersama kalian:CWC!
***
Silahkan protes, tapi kenyataannya setiap rihlah pasti yang paling sibuk adalah siapa lagi kalau bukan…Aku! Mulai dari acara, tempat, apa aja yang mesti dibawa sampai aku harus merayu sana-sini untuk mendapatkan pinjaman mobil dan sopir.
Pagi dengan malas yang sulit untuk ditampik, aku berusaha untuk mengumpulkan semangat. Aku tak ingin berharap lebih dengan piknik kali ini. Tempat? BonBin, sudah sering. Apa yang terlihat menarik di sana? Acara? Aku ragu, walau aku yang membuatnya. Sudahlah jalani saja.
Malam sebelumnya aku sudah menghibur diri dengan makan di tempat mahal,. Nggak Kenyang tak masalah, yang penting MAHAL. Apapun yang mahal lebih berharga, sekalipun rasanya yah sama saja. Setelah puas, baru pulang untuk tidur menggati semua beban pikiran dengan gelombang gama.Sms silih berganti datang dari Fatma-Ana-Fatma-Ana-Rara-Fatma-Ana-Fatma-Rara-Ana….masa bodoh, aku mau tidur!
Pagi aku sudah ke sana dan kemari. Mulai membeli ini dan itu. Aku lupa Fedy Nuril artis kondang itu sangat rendah hati, dia kuliah tak mau pamer kekayaan. Kemana-mana hanya jalan kaki. Dan tak mungkin kaki licin sang artis jadi kapalan karena harus jalan kaki dari Klebengan ke Gembiraloka. Maka aku mengirimkan pesan mengabarkan untuk menunggu teman sesama artisnya ini ( aku maksudku) menjemputnya.
Sampai di depan kos Andhika apa yang terjadi? Aku salam beberapa kali hanya sunyi. Jendela dibuka. Mataku celingak-celinguk ke dalam. Aku cuma menemukan bantal sedang terkeluai di kasur. Aku ketok lagi, sunyi. Aku ketok lagi, tak ada jawaban. Aku salam dengan suara mendesah tak dijawab. Mungkin tak ada orang di kamar, tapi firasatku ada. Aku sms!Pesan dikirim. Miaw…Miaw…disusul suara ”Oh Mas Wisnu, masuk mas!” He? ternyata sedari tadi yang kukira bantal adalah sang artis. Oh kejam sekali, aku bangun pagi hanya untuk menjemputmu. Eh ni bocah malah tidur nyenyak. Mandi!!!
Jam sudah menunjukkan pukul 07 lebih banyak. Aku dan Andhika sampai rumcay. Rumcay terlihat lengang. Belum ada satupun yang sampai. Aku taunya Fatma sedang membungkus nasi dengan L.O.V.E lengkap dobel karet warna merah jambu (ada yang merasa menerimanya? Ihiiiiiiiir!). Rara di jauh sana masih merutuki telurnya yang lupa di kasih bawang putih.
Kita persingkat. Setelah semua terkumpul dan mulai ribet hanya dengan masalah-masalah sepele mulai dari helm lah, tikerlah, ini lah, itu lah. Akhirnya kita berangkat juga.
Keuntungan kita telat apa teman-teman? Satu hal. Kita tak perlu menjadi orang yang lebih rajin dibanding petugas kebersihan Gembiraloka. Gila…Jam 07.00 WIB! Singa aja mungkin baru senam pagi.
***
Di taman yang mendekati tempat keluar kita menggelar tikar merah. Ada bau rerumputan yang masih bisa tercium. Acara dimulai dengan MC yang tidak jelas antara aku atau Rara atau Ana atau sebenarnya kolaborasi.
Lomba makan kerupuk
Awalnya ada yang ide kalau kerupuknya digantung (mirip-mirip lomba tingkat RT gitulah). Tapi katanya nggak ahsan makan sambil berdiri. Awalnya juga semua pada males main game ini. Pada masih jaim. Baru setelah paksa memaksa mulailah lomba makan kerupuk. Ada 3 tim, tim pertama tim Monyet ( Ana, Andhika dan Wahyu), Tim Burung merak yang lagi kasmaran menunggu perjaka (halah opo jal, aku lupa nama timku. Ada aku, Fatma, dan Novi), tim terakhir tim nggak tau (heheheh…Ada Mas Ashif, Mbak Flo dan Rara). Dan dewan jurinya Mas Imad.
Peraturan menghabiskan kerupuk secepat mungkin tanpa boleh bersuara. Beneran itu pertama kalinya aku lupa cara menelen. Soalnya kan kerupuk itu lengket ya kalau basah. Kalau kalian lihat videonya, bisa lihat aku sedang berusaha menelan dengan usaha maksimal. Mulai lompat, mendongak, sampai menepuk mulut. Sebenarnya timku udah menang, aku sudah tinggal membereskan seresah sisa kerupuknya. Tapi tiba-tiba dewan juri memutuskan pemenangnya tim monyet. Baru Fatma ngomong kalau aku masih bawa satu potongan kerupuk. Sumpah nggak nyadar. Kalahlah tim Burung merak yang lagi kasmaran menunggu perjaka. Dan berarti Andhika mempertahankan prestasi juara makan kerupuknya. Selamat ya!
Lomba menghias tumpeng nasi putih.(Ini judulnya, mohon dicamkan.)
Fatma sangat amat paling semangat dengan lomba ini. Dari rumah sudah bawa amunisi sosis, kering, telur puyuh. Udah dikira mau lomba ibu-ibu PKK saja. Karena timku baik hati (Aku, Fatma, Wahyu, dan Mbak Flo) kami akhirnya membaginya menjadi dua untuk tim lawan (Andhika, Novi, Ana, dan Rara). Juri rasa Mas Ashif (Rasanya mah sama aja kali…) dan juri kecantikan adalah Mas Imad( Ih centil banget ya?). Di tanganku yang lentik berbagai macam sayuran beruah jadi bunga. Sungguh aku mempertanggungjawabkan nilai Sembilan pelajaran tata boga waktu SMP. Jadilah tumpeng merapi kami yang rapi,cantik dan menawan. Disebalah sana nasi dipenyet-penyet dan di kasih hiasan yang serba dibelah menjadi empat sisi juga sudah jadi.
Kalian bisa menebak yang menangkan?
Harusnya sih tebakan kalian benar. Tapi juri yang sangat tidak kompeten itu memilih nasi…(males nyebutnya) itu sebagai pemenang. Harus diluruskan tikus tidak bertelur. Berhubung aku sampai mutah-mutah belajar bioteknologi  jadi tau apa itu mutasi gen. Dan mutasi gen tak akan bisa mengakibatkan tikus bertelur. Pendapatnya mengada-ada. Tapi yah gimana lagi. Mereka menang!
Tukar kado
Aku curiga jangan-jangan yang bikin kita capek adalah lagu yang dinyanyikan saat tukar kado. Susah dibedakan antara orang teler dengan orang menyanyi. Kesyahduan lagu “Dari Sabang Hingga Merauke” tercemar oleh polusi suara kacau. Atleast saya dapat kado yang saya suka. Lilin rasa strawberry, yummi! Cakep banget kalau buat ngepet.
                                                                           ***
Sesi curhat. Akhirnya aku tau isi hati anak baru. Rihlah ini berhasil. Akhirnya hati kalian merasakan jatuh cinta dengan CWC. Ini memang tidak mudah. Ini tidak bisa tumbuh dari orang lain. Hanya dari hati kalian perasaan itu bisa muncul.
***
Sore kita pulang. Ets, tapi kita muter dulu. Kita melihat hewan-hewan dulu. Udah bayar mahal-mahal sayang dung kalau nggak dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Cerita lucu silih berganti dari Mbak Flo dan Fatma yang buru-buru meninggalkan biawak komodo soalnya mereka yang lagi Haid. Konon katanya biawak komodo bisa mencium bau darah hingga jarak 20 m. Dan mereka bisa mengejar dengan kecepatan 20 -40 km/jam. Serem ah.
Fatma yang amat sangat takut dengan ular. Mungkin takut kedoknya terbongkar. Buru meninggalkan kadang reptile dengan mata terpejam. Lalu singa yang tiba-tiba masuk kandang dan mengaung keras. Percaya tidak percaya sebenarnya singanya betina yang molek itu sempat melihatku, Pria RUPAWAN yang baru menginjak masa pubertas sebelum masuk sangkarnya. Jadi dalam bayanganku sebenarnya aungan itu kalau diterjemahkan Whisnaaw…Whisnaww…Whisnaauww. Hebat ya, bahkan singapun bisa kesemsem segitunya dengan aura kehebatanku. Di peristiwa lain, katanya mas Ashif yang jatuh dari tangga untuk menghibur kami ( kenapa nggak sekalian salto aja mas? Mungkin kami lebih terhibur). Dan atraksi memberi makan kuda nil raksasa yang kesepian. Kuda nil yang asyik berendam kita beri sesajen pemanggil. Air mulai bergerak. Berkeciprak. Lalu perlahan tubuh raksasa itu bangkit. Busyet mulutnya dulu yang bangkit. Terbuka dan menghebuskan nafas air. Dasar para bikin onar yang ternyata nyalinya kecil ini pada jumpalitan berhamburan. Ana sampai jatuh. Aku seneng! Kuda nil yang kesepian itu diberi makanan yang tidak layak. Mentang-mentang omnivora dikasih kerupuk ama kertas minyak.
Kuda nil mengakhiri kunjungan. Malam pun mulai menyibak sore. Setelah bikin rusuh, doaku hanya agar tak satupun hewan berubah stress. Kalau aku langganan membaca National Geographic, aku pernah membaca bahwa hewan itu mempunyai kepekaan terhadap perasaan. Kebahagian yang tengah kita rasa. Semoga tersalur sekaligus menghibur para hewan yang tengah menjalani kehidupan dibalik kesendirian jeruji besi. Kesepian.
Yang aku heran kenapa Ridwan pulang membawa gitar kecil? Mau ngamen?
22052011

Ada Masa Akan Ada Whisnu Jr

Obrolan teman-teman bertema nikah dengan sekelumitnya, hanya membuatku terdiam merenung. Aku tak paham, tapi tak juga ingin paham. Aku hanya asyik mengembara dalam bayangan ketika kelak telah menikah dan pasca menikah. Biarlah teman-teman asyik memperbincangkannya karena mereka memang lebih dari siap untuk itu.
Justru dalam bayangan itu, aku seperti tertusuk perasaan tegang. Ada bayangan tentang masa depan yang menghantui. Nikah bukan hanya sekedar mengikat cinta tanpa memeliharanya dengan baik. Butuh cinta untuk selalu menyuburkan cinta. Dan itu bukan perkara mudah karena kita bertentangan dengan waktu yang kadang menggerus kesabaran seseorang. Ada kegagalan dalam pernikahan bukan hanya karena tergelincir tapi sudah lebih dari itu, berkhianat.
Terlepas masalah substansial tentang hakikat cinta, baik dicintai maupun mencintai. Ada perasaan gamang untuk tergesa-gesa menikah. Menikah bukan hanya dibutuhkan kesiapan memiliki seorang pendamping hidup. Namun juga harus ada kesiapan untuk membangun kerajaan kecil beranama keluarga. Dan dalam keluarga ada sepasukan tentara polos yang harus selalu dididik agar tumbuh perkasa. Itu jelas bukan perkara mudah.
Kemudian aku digempur dengan pertanyaan,” Siapkah segala kematangan pribadiku untuk menjadi teladan yang baik untuk istriku lalu anakku kelak?”
Muncul dua hal yang menakutkanku yang kugaris bawahi diotakku, pertama tentanglike father like son dan karma hidup.
Buah jatuh tidak pernah jauh dari induknya, jika ada buah yang bagus pasti muncul dari pohon yang bagus pula. Setidaknya anakku akan mirip aku, mungkin sedikit garis warna yang ditorehkan istriku. Ah…bisa dibayangkan ketika kelak aku harus mengasuh Whisnu Jr 1, Whisnu Jr 2, Whisnu Jr 3, dst? Aku cukup mengerti diriku dan segala peringaiku. Justru karena mengenal diriku sendiri, aku jadi takut gagal. Aku jadi takut anakku seperti aku dengan semua kekuranganku yang menurun padanya. Maka sungguh untuk menghadapi semua juniorku kelak harus butuh kesiapan dan kematangan yang sempurna. Satu lagi, butuh istri yang mampu mengurus dengan bijak semua Whisnu, baik senior maupun junior.
Kedua, di dunia ini berlaku hukum alam yang timbal balik. Siapa yang menanam dia yang menuai atau disebut karma. Dengan bayangan masa kecil dengan pernak-pernik kenakalanku. Aku lalu mengukur seberapa akan terbalas itu semua padaku oleh anakku kelak. Seperti dulu aku melakukannya pada ayah dan ibuku. Misalnya aku yang suka bungkam mulut sampai satu minggu hanya karena ayahku nonton acara berita yang seharusnya jadwalku nonton Naruto, akibatnya aku harus kehilangan satu episode naruto. Atau mogok makan kerena janji dibelikan sepeda baru yang tak kunjung terealisasi. Yang lain lagi tidur sembarangan dikursi terminal karena marah dengan ayahku yang tak mau merubah keputusannya untuk naik kereta api. Itu yang terhitung dan teringat. Betapa banyak yang luput. Semua dalam ukuran waktu. Yang jelas, semoga ayah dan ibuku mengikhlaskan semua kenakalanku hingga semua ketakutan itu hanya ketakutan.
Begitulah menikah. Memang menyenangkan pada satu sisi, tapi berat disisi lain. Ada bahagia tapi juga banyak deritanya. Cepat atau lambat, entah ketika umur berapa kesiapan itu mulai menyapaku. Aku mau tak mau akan segera menikah dengan orang yang tepat. Untuk masalah siapa, aku cuma bisa bilang Jodoh ada ditangan Tuhan!
Mei 2011

Pikiran Kusut

Namamu paling sering kusebut di blogku. Terlalu sering aku bergulat dengan rasa rindu, jengkel, kagum tentangmu. Ada banyak rasa yang lebih tak terucap, itu semata belum ada penguraian yang lebih tepat untuk rasa itu.
Dulu…dulu sekali-kenangan 5 tahun yang lalu bagiku sudah seperti hitungan berabad-, aku dan kamu bersahabat dalam banyak ragam yang begitu berbeda. Aku suka biologi, kamu membecinya. Bagimu biologi cuma kutukan untuk berdiam dengan banyak hafalan. Tapi…ajaibnya kamu selalu mewakili sekolahan untuk olimpiade hingga ke propinsi. Meninggalkan aku sebagai penerima kabar bahagia akan itu. Aku yang mellow, childis, egois, arogan selalu berimbang pada kedewasaanmu. Selalu saja aku bisa menyandarkan masalahku, lelahku, jengkelku padamu. Walau hanya komentar datar yang teucap dari mulutmu. Itu lebih dari penenang yang manjur. Disaat lingkungan menganggapku manusia maya, kamu mendekat kesampingku. Kamu membawaku untuk menelan rasa pengucilan itu. Aku masih ingat kamu pernah begitu gigih membantuku menerbangkan balon udara. Sekali nyaris membakar rumah teman, sekali terbakar di depan kelas karena menyenggol tanganmu hingga aku marah besar untuk kecerobohanmu itu. Tapi aku tau, kamu meluangkan waktumu untuk membantuku lebih dari yang lain.
Sekarang ada jembatan antara aku dan kamu. Ruang, waktu, dan rasa kita sudah terpisah. Aku dan kamu terpisah pada sisi yang berlainan. Bagimu mudah untuk mencari penggantiku. Satu, dua, tiga, empat, lima, seratus, seribu, mudah saja bagimu untuk mendapatkannya. Bagiku itu hal sulit yang terlalu rumit. Begitulah aku yang masih berkutat pada masalah social. Masalah membuka diri, masalah menerima orang lain, masalah berjuang untuk diterima orang lain.
Kehilangan persahabatan denganmu memang terlalu berat bagiku. Bagimu? Bayangkan ketika kamu selama ini menggendong sebuah pulpen di sakumu. Ketika pulpen itu lenyap. Kamu hanya akan merasa tak ada yang hilang. Semua baik-baik saja. Itu karena kamu tak pernah mengeluarkan energy untuk mempertahankan pulpen itu tetap di saku. Sekarang bayangkan ketika setiap hari kamu harus menggendong seserorang dipunggumu. Ada energy besar yang kamu keluarkan agar kamu terus kuat mempertahankan dia dalam gendonganmu. Saat gendongan itu terlepas, betapa terasa kehilangan itu. Sekarangpun demikian. Aku sungguh merasa setelah sekian lama menggendong persahabatan kita. semua itu melorot hilang ketika dengan sadar kamu menjauhikutanpa alasan yang jelas. Lenyap. Pedulikah kamu?
Sayangnya sekarang kamu begitu menjauh. Aku ragu diotakmu pernah terkilas wajahku, namaku walau hanya satu kali saja. Meski hanya sepersekian detik.
Aku mengeluhkanmu setiap hari pada banyak orang. Yang menyiksaku, aku mulai berusaha membentuk orang disekitarku untuk menjadi kamu. Bim…Sala…Bim…tidak ada yang terjadi. Kamu tetaplah kamu. Tak akan ada kamu yang lain yang menggantikanmu. Tidak akan pernah.
Kita memang terpisah oleh jembatan. Tapi semua jembatan selalu sama dimanapun itu, selalu terhubung antara kutubnya. Kini aku akan menunggumu berjalan menyebrangi jembatan menuju arah sisiku lagi. Aku mengunggumu….menunggu…menung…menu…me…hingga kata itu lenyap!
Mei 2010