Senin, 25 Oktober 2010

Festival Seni Internasional

Sehari sebelumnya saya sudah begitu antusias. Saya sms beberapa orang. 1 menjawab tidak bisa karena ada agenda. 1 menjawab tidak tertarik( ini jawaban yang sungguh tak kuharapkan), 1 tak membalas dan terakhir hanya Handika yang membalas.
Karena waktunya bentrok dengan jadwal saya latihan silat. Maka saya diharuskan untuk memilih. Pertimbangan saya, acara seperti ini hanya setahun sekali. Belum tau juga apakah tahun depan saya masih bisa melihat lagi atau tidak. Tidak ada jaminan untuk itu. Saya memutuskan untuk membolos latihan silat-oh jangan pakai kata itu kesannya saya bertindak negatif-. Mungkin kita pakai padanan kata itu yaitu tidak hadir karena ada halangan. Konsekueansi yang saya terima dari keputusan itu adalah saya akan semakin tertatih-tatih mengejar ketertinggalan saya. Oh semoga Allah memudahkan semua urusan saya.
Kita tinggalkan probelamatika pribadi saya itu dan melanjutkan ke alur serangkain cerita selanjutanya. Handika datang dengan begitu semangat. Namun karena saya sudah ada agenda yang tak mungkin ditinggal saat itu. Saya menyuruh Handika untuk menununggu saya sampai rapat CWC selesai. Ternyata rapatnya baru selesai setelah ashar -salah saya juga yang banyak berbicara tak penting-. Handika saya suruh langsung ke Maskam saja. Biar langsung berangkat. Tiba-tiba di HP saya, tanpa tersadari Handika sms beberapa kali agar saya pulang dulu dan mebawakan nasi, nanti uangnya diganti. Merepotkan. Bukan takut tidak diganti-walau kadang suka begitu-, tapi saya tidak ingin datang terlambat.
Jengkel saya sudah mengusulkan beberapa pelajaran berarti kepada Handika. Namun setelah menimbang kupustukan mebelikan nasi dengan dua lauk pauk, Rp 12.000,-. Itu pelajaran kepada Handika yang telah membuat saya jengkel.
“Syukurillah itu dik, kau pasti butuh perbaikan gizi dan perlu sedikit bersedekah. Agar dompetmu tak lebih tebal daripada dompetku”.
Sampai di tempat, kami langsung bergegas berburu tempat yang tepat agar bidikan pacarku(sebutan untuk DSLRku) paling maksimal. Entah karena saya kualat dengan Handika atau bagaimana, saya jadi dapat tempat yang sangat tidak strategis. Melihat dari belakang pertunjukannya. MasyaAllah, gak asyik bin S.A.R.U.
Ulasan pertunjukan yang seru.
*(Gunung kidul), pertunujukkan tentang petani dan tetek bengeknya. Sayang ajaran Hindu yang jadi landasan cerita ini. Terlepas dari itu, sebagai peragaan budaya maka saya menyukainya.
*(Kulon Progo), lama banget tapi keren. Mungkin karena ini penampilan awal jadi semua energi positif penonton terhadap acara masih sangat kuat.
(Kota Yogyakarta), wah saya ini keadaan yang sangat menyebalkan. Saya tertindas kerumunan orang. Tak bergerak sama sekali. Padahal inginnya hati ingin keluar. Intinya penarinya menggunakan baju warna hitam dan putih , serta beraksi freestyle dengan menggunakan sepeda.
Jepang, entah karena saya je-jepangan. Apapun yang berkaitan dengan jepang selalu menarik untukku.
*Kalau tidak salah ya…
Yang tidak seru!!!
Bantul, karena posisi saya tidak mengenakkan hati.
Sleman, ngeri. Mirip debus gitu.
Sama boneka dari venezuella, soalnya yang dongeng bahasanya aneh. Bikin bingung saja.
Yang terlewat!!!
Pokoknya yang bajunya hitam. Ada yang tau darimana?
Korea
Sama tarian bali.
Yang terlewat itu kasihan sekali, karena penontonnya sudah menyelamatkan diri dari hujan deras yang tiba-tiba datang menyergap seluruh area di sekitaran Taman pintar. Saya dan sekerumpulan fotografer tentu segera menyelamatkan nyawa kamera kami. Mungkin bagi saya dan fotografer yang lain, menyelmatkan kamera dari hujan sama dengan menyelamatkan nyawa diri sendiri.
Handika dengan tampang muram durja sudah menunggu saya di tangga utama shoping. Handika sudah menyelamatkan diri jauh-jauh sebelum hujan. Tapi yang menyulitkan saya adalah tas saya dibawa olehnya, jadi nasib pacar saya benar-benar dipertaruhkan saat saya menyelamatkan dari hujan.
Handika…Handika, kau tak bisa membohongiku bahwa kau tidak menikmati hari itu. Kau terlihat lesu dan tak bergairah. Maafkan saya teman. Semoga ini akan jadi memori kita berdua yang tak terlupa. Allah yang menjadi saksi.
Walau saya merutuki kenapa hari sabtu saya berlalu cepat. Padahal hari sabtu adalah hari tanpa beban.
Sekian dan terima kasih.
NB: Agar tidak membuat berat teman-teman dalam membuka blog ini, saya sarakan kalau teman-teman berminat melihat hasil jepretan saya pada saat itu silahkan melihat FB saya. Dengan nama: Whisnu Febry Afrianto.
03102010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar