Jika ada satu dorama yang harus saya sebut ketika pertama kali dikaitkan dengan cinta sejati, maka saya menjawab :Jin. Tokoh wanita dorama itu yang bernama Saki hadir dengan cinta sejatinya yang tulus. Cinta sejati memang tak pernah tepat jika dieratkan dengan cengeng. Bukan pula bentuk menyerah yang tak berdaya. Cinta bukan barang obral yang ditarik sana dan jika tak berkenan dilempar balik. Cinta sejati laksana nabi yang menahan siksaan demi pencerahan umatnya. Tak pernah berbaharap berbalas. Hanya bergerak demi cinta pada orang yang dicinta.
Saki tak pernah meminta Jin untuk membalas cintanya. Tak juga Saki mengiba pada Jin tentang pengorbanannya. Di benak Saki, dia hanya ingin mencinta. Melihat Jin bahagia adalah kebahagiannya juga. Melihat Jin tersenyum adalah senyumnya juga. Satu hal yang pasti Saki lakukan adalah terus mencinta.
Saki tau Jin adalah manusia masa depan yang memiliki kehidupan lebih dulu sebelumnya lengkap dengan pasangan hidupnya. Terlempar ke masa lalu hanya bentuk sebuah kesalahan dimensi dan rahasia Tuhan. Dan Saki hanya muncul sebagai pecinta yang terlambat. Pada orang yang tidak tepat. Hanya mampu puas dengan posisinya dibalik punggung cinta wanita di lain tempat. Hanya mampu memandang dibalik kaca pembatas antara kehidupan masa lalu dan masa depan.
Dari sekian banyak keajaiban Tuhan yang saat ini masih bisa kita rasakan adalah perasaan wanita. Begitu rumit dijabarkan. Bukan perkara sepele untuk dirumuskan. Namun kita bersepakat bahwa wanita itu ajaib karena kemurnian perasaanya.
Seorang ibu mampu menahan sakit-yang bahkan membayangkan pun saya tidak pernah- saat tubuhnya harus terbelah hingga sepuluh senti saat prosesi kelahiran. Ketika sebuah pilihan sulit harus hadir yang memaksa untuk memilih dirinya sendiri atau anaknya yang harus terus hidup. Hampir bisa dipastikan Sembilan dari sepuluh wanita pada posisi itu, akan memilih menumbalkan hidupnya untuk kehidupan anaknya. Saat nyawanya merenggang yang menyisakan batas tipis antara terus hidup atau mati. Wanita sungguh berpikir irasional tentang kehidupan dengan mengatakan “ Biarkan aku mati, asalkan buah hatiku bisa hidup!”
Saya teringat salah seorang ibu dosen saya yang pernah bercerita tentang keputusannya untuk tidak menikah setelah kepergian kekasihnya sampai detik ini.
“Itukan karena belum nemu yang lain aja.”Teman saya berkomentar.
“Itu karena ibunya mencintai dengan berlebihanya aja, jadi akibatnya malah menutup diri secara berlebihan gitu.” kata teman yang lain.
“Tunggu sebentar. Apa yang kalian lakukan adalah berpikir dengan cara laki-laki berpikir. Dengan logika. Misteri wanita adalah perasaanya. Cara berpikir wanita selalu menjadi antithesis laki-laki, yang anehnya justru menjadi pelengkap. “ komentar saya sekaligus kesimpulan tentang wanita dan cara berpikirnya yang tulus.
Jika memang kita hanya mengandalkan kemampuan otak. Bukankah tidak logis hanya karena kepergian kekasih harus sebegitu berkobannya. Membunuh tunas cintanya untuk orang lain. Tapi lagi-lagi harus mengatakan: itulah wanita!
Cinta sejati memang tak pernah terdoktrin pada satu satuan angka. Bisa jadi bukan pada yang pertama, atau yang kedua, atau yang ketiga, atau yang setelah kesekian kalinya. Cinta juga tidak pernah dibatasi oleh ruang dan waktu yang terpisah. Kutub dengan kutub tak pernah menjarakkan hubungan antara cinta dengan cinta. Masa lampau dan masa sekarang hanya angin lalu saja saat dikatakan sebagai palung pemisah. Seorang pencinta sejati bisa membawa cintanya mati bersamanya dalam penantian. Cinta sejati juga hanya bergurau tentang perbedaan indentitas rupa. Seperti panas dan hujan bagi tanaman. Berbeda namun sesungguhnya saling memeluk.
Pada akhirnya saya harus mengatakan pada wanita yang menyimpan cintanya hanya untuk dirinya sendiri, yang tidak pernah meminta balasan, yang menunggu hingga usangnya batas waktu, yang mencinta tanpa mengenal identitas. Bahwa kalian adalah keajabian Tuhan yang Sejati!
Dorama=drama jepang
10:27 PM, 23112011
PS: Special thanks to Someone with first word is A, who managed to break down my writer's block , and even contributed a few fabulous paragraphs. You're right. This is our first mutual project.