Rabu, 25 Agustus 2010

3 Sketsa Palestina

Jepret…Jepret…Jepret! dari kejauhan terlihat seorang wanita berambut pirang berkebangsaan Inggris berdiri mematung.

***

Segerombolan tentara Israel bertubuh tegap, senjata lengkap, berbaju militer warna hijau menyusuri jalan. Melakukan patroli rutin. Mengacungkan senjata dengan siaga. Tentara-tentara Israel itu masih muda. Usianya mungkin antara 23 sampai 30an tahun. 

Dari arah tak terduga. Sebuah batu melesat cepat mengarah ke arah mereka. Batu yang cukup besar itu mengenai kaki salah seorang tentara yang membuatnya terluka lumayan parah. Membuatnya merintih kesakitan. Darah membasahi celana yang dikenakannya. Tentara itu mengaduh kesakitan. Beberapa tentara yang lain membantunya.

“Kejar pemuda-pemuda itu!” Perintah seorang tentara yang sepertinya adalah komandan dari semua tentara itu.

            Derap langkah pemuda Palestina yang berhasil melempar batu kearah tentara tadi begitu menggema di sudut jalan yang sangat lengang. Pemuda – pemuda Palestine yang melempar batu tadi terus berlari menyelamatkan diri dari kejaran tentara Israel. Nafas mereka terengah – engah. Lawan yang tak sebanding. Tentara Israel mengejar dengan mobil. Bukan hanya itu bahkan tentara Israel menggunakan tank untuk mengejar pemuda-pemuda itu.

            Pemuda – pemuda itu gesit melarikan diri. Mereka adalah pemilik syah tanah ini, negeri ini. Bukan sekedar klaim semata. Bukan berdasarkan pengambilan paksa dari sang punya rumah. Jadi wajar mereka tau tempat – tempat yang tersembunyi.

            Seorang pemuda tak berhasil melarikan diri. Tentara Israel segera menangkapnya. Menyeretnya dengan paksa.

“Kurang ajar kau. Kau pikir batu itu akan menang melawan kami? Hahaha”. Tentara yang menangkap pemuda itu tertawa terbahak-bahak  menertawai kemenangan mereka.

            Pemuda itu dipukul dengan senjata yang dipegang para tentara. Bukan hanya satu orang, tapi dikeroyok. Ditendang. Mereka saling bergantian. Menjadikan pemuda tadi berlumuran darah, tubuhnya melemas. Tak berdaya. Penglihatannya sudah tak jelas lagi.

Batu – batu dari kejauhan terlempar cukup tepat ke arah para tentara secara  mendadak. Beberapa batu berhasil mengenai para tentara. Batu- batu  lebih banyak dari lemparan pertama. Lemparan batu lagi, lagi dan lagi.

“Sial, mati saja kalian.” Kemarahan para tentara itu semakin membabi buta. Mereka menembakkan senjata mereka dengan brutal. Ke sana , kemari.

            Beberapa pemuda terkapar tak berdaya. Peluru – peluru tentara jahanam itu menembus daging mereka. Mengenai beberapa bagian tubuh mereka. Kulit putih mereka sudah mulai tercemar dengan warna hitam pekat. Bau amis tercium jelas di sekitar jalan itu. hanya sebentar, bau amis itu segera berganti dengan bau wangi yang menyerbak.

            Beberapa ibu yang menggendong anaknya melihat kejadian itu ikut bereaksi. ibu –ibu itu menggeram. Mungkin mereka adalah janda yang sudah lelah menahan sakitnya kehilangan suaminya. Atau mereka ibu yang sudah terlalu murka setelah melihat sendiri anaknya mati di depanya, di tangan para tentara yang bagi para ibu-ibu itu sudah berwajah mirip kera. Kera!Kera!Kera!

Para Ibu itu mengikat gendongan anaknya lebih erat. meengambil batu terdekat di yang sanggup dijangkau. Melemparnya dengan kuat. Berjuang besama saudara-saudara mereka. Melempari tentara-tentara biadab yang hanya mampu bersembunyi dibalik senjata – senajata buas itu.

Melihat itu semua tentara Israel semakin marah. Darahnya memanas. Mereka seperti sedang dipermainkan oleh penduduk yang lemah itu. Penduduk yang hanya bisa menggunakan batu untuk melawan. Tua-muda, bahkan anak-anak, pria-wanita melempari mereka.

Darah merah semakin mengalir di jalan itu karena kebrutalan tembakan dari tentara Israel. Kemarahan sudah membunuh jiwa manusia tentara Israel. Tentara Israel sudah menjadi Iblis berfisik manusia.

Itu sama sekali tak menciutkan nyali penduduk palestina. Mereka bertakbir dengan berteriak. Terus dan terus melempar tentara Israel.

“Allahuakbar!”

“Allahuakbar!”
“Allahukabar!”

“Allahuakbar!”

            Takbir itu berlomba dengan suara tembakan yang merajarela kesegala arah. Seorang tentara menyeret seorang ibu dan anaknya. Menarik jilbabnya hingga terlepas. Hingga rambutnya terurai. Wanita itu masih menggendong erat bayinya. Memengang punggunya. Menenangkan bayinya yang menangis keras. Mulutnya hanya sanggup Terus bertakbir.

“Sini kau perempuan kurang ajar.”

            Bayi yang digendong ibu itu dirampas dari tangannya dengan paksa. Diletakan di tanah oleh tentara itu. Tanpa basa-basi bayi itu ditembak tepat di dadanya. Di jantungnya. Suara tangis bayi itu menghilang ditelan dentuman peluru itu. Bayi itu syahid.

“Laknatullah kalian, biadab kalian.” Wanita itu mengamuk dengan sisa tenaganya. Dengan luka yang didera tubuhnya. Wanita itu memeluk banyinya. Erat. Erat sekali. Darah anak itu membasahi tangan wanita itu. Wanita itu kehilangan anaknya. Mungkin anak kesekiannya. Di depan matanya.

            Tentara itu tertawa. Menertawakan wanita itu. Wajahnya masih belum menandakan rasa kepuasan. Wanita itu kembali diseretnya. Tentara itu hendak memuaskan nafsu birahinya dengan wanita yang sudah sangat sakit secara fisik maupun hatinya itu.

“Cuh!” wanita itu meludahi tentara itu.

“Kurang ajar…Plakkk”! Tentara itu melepaskan pukulan ke arah wanita itu.

            Dalam keadaan lemah, wanita itu masih terus berusaha melawan kebiadaban tentara yang hendak menjadikannya budak untuk nafsunya. Hanya kelemahan dan tak keberdayaan. Bosan dengan nafsu birahinya, tentara itu menembak wanita tadi.  Tepat di tengah batok kepalanya.

            Beberapa menit setelah itu semua mayat yang sudah terbunuh di lemparkan menjadi santapan anjing-anjing buas mereka. Termasuk bayi dan ibunya tadi. Anjing itu memakan semua daging dari mayat itu dengan lahap. Merobek daging dari kulit mayatnya. Mengunyah tulang-tulang. Gigi anjing itu sudah merah pekat, amis dan berlumuran mencampuri ludah dan lidahnya. Anjing –anjing akan merasa kenyang untuk bebarapa hari.

“ Hahaha…” Suara tawa setan dengan kepuasan yang bagi mereka sempurana.

“Jepret…Jepret…Jepret!”

***

            Dokter-dokter yang merupakan relawan itu kualahan menangani ibu-ibu yang berteriak keras. Jas putih panjang mereka gunakan basah oleh keringat. Seorang wanita dari kamar sebelah meronta dengan keras. Suara kamar sebelahnya juga tak mau kalah. Suara rintihan kesakitan itu saling bersahutan diantara bilik rumah sakit yang seadanya itu.

            Rumah sakit yang temboknya sudah banyak retak bahkan sudah terhiasi lubang besar. Bom – bom dari peasawat, tank maupun roket yang dilancarkan tentara Israel yang membuatnya seperti itu. Merubuhkan banyak sekali rumah sakit. Mungkin ini jadi salah satu rumah sakit yang masih sanggup bertahan dengan keadaan seadanya. Obat-obat yang seadanya. Semua karena  bantuan sering tak tersampaikan dengan baik. Tentara Israel menahan semuanya logistik yang dikirim. Tak membiarkan bantuan dari masyarakat dunia sampai pada tangan yang tepat.

            Wanita yang hendak melahirkan itu menarik nafas dengan kuat. Memegang kasur tempatnya berbaring. Dalam kesendirian. Banyak wanita Palestine dalam kesendirian karena ditinggal pergi oleh suaminya justru dalam keadaan seperti ini.

Keadaan mereka akan menciptakan kebahagian baru di negeri terjajah ini. Palestina!

Dengan kondisi perawatan yang seadanya. Dokter berjilab biru asal turki itu hanya sanggup menguatkan, menyuruh sang wanita itu berdzikir.  Dokter itu memegang penuh kasih tangan ibu itu.

“Tarik nafas, keluarkan. Ibu pasti kuat. Berjuanglah ibu untuk mujahid baru. Sebentar lagi mujahi itu akan lahir.”

            Masih merintih kesakitan. Waktu berlalu dengan cepat. Tanda-tanda kelahiran memang semakin terlihat. Kepala bayi itu sudah keluar.

“Ayo Ibu bayinya sudah keluar. Sedikit lagi. Ayo bu!”

“Oek..oek…oek!” Bayi itu menangis. Bayi itu lahir dengan sehat. Bayi itu menangis dengan keras. Seoalah tangisan yang menggema membuat pertanda mereka siap untuk menggantikan para syahid yang sudah tersenyum manis di surga.

“Suster ibu ini mengandung anak kembar.”

            Dokter dan suster itu mulai menangani sama seperti tadi. Menyuruh Ibu tadi mengatur nafas dalam keadaan lemahnya. Sang suster membantu ibu tadi menarik nafas dan bersiap menarik bayinya. Dibawah selimut warna putih. Sang dokter masih menjadi motivator dengan punih perhatian kepada ibu itu. Bayi itu telah lahir.

“Oek…Oek…Oek.” Suara tangisnya menggema. Suara tangis yang sama kerasnya dengan bayi pertama yang hanya berselisih delapan menit. Sama, bayi itu juga seolah sudah meniupkan sangkakala perang.

“Oek…Oek…Oek.” Bayi dari ruang sebelah juga menyahut kelahiran bayi kembar tadi.

“Oek…Oek…Oek.” Bayi dari ruang ujung juga menyahut lagi. Tangisan kelahiran lagi.

“Oek…Oek…Oek.” Ini adalah tangisan bayi yang ke sepuluh dihari ini. Tapi masih ada dua ibu lagi yang menurut prediksi akan lahir hari ini.

            Dalam kelelahan bercampur kepuasan dokter-dokter itu. Merasa sungguh sangat heran sekaligus bersyukur. Meraka menjadi ikut berharap dengan kelahiran bayi-bayi itu. Seolah angka kematian yang tak tereda ini terus berganti dengan kelahiran yang dua kali lipat dibanding dengan negara manapun. Ibu – ibu palestina memproduksi anak dengan cepat.

Jepret…Jepret…Jepret!

***

            Sekian juta lembarang uang dollar AS di sisihkan khusus oleh pemirintah Israel. Entah apa yang mereka pikirkan. Uang itu dalam jumlah yang tak sedikit. Anggaran Israel membengkak dengan pengeluaran ini. Ya, jutaan dolar. Mereka sedang menyiapkan sebuah proyek besar. Bukan untuk memenuhi kecanggihan senjata mereka. Pesawat tempur , tank sampai rudal mereka  sudah punya yang tercanggih dan paling mematikan di dunia dengan anggaran tersendiri, bukan dari anggaran ini. Berbeda.

            Beberapa warga yang dibayar khusus oleh pemerintah sedang berjuang dalam panas. Menggunakan semua teknologi dalam mengolah lahan yang sangat luas. Pria-pria tambun tengah asik beristirahat di bawah rumah-rumah dekat lahan itu. Sedangkan sebagain pria yang lain masih tengah sibuk mengendarai traktor.

“Untuk apa semua ini?” Tanya wanita berambut pirang berkebangsaan Inggris itu.

“Ini untuk reboisasi nona.”

“Ini pohon apa tuan?

“Ini pohon gorgot.”

            Lalu wanita berambut pirang berkebangsaan Inggris itu kembali dengan kesibukannya lagi. Menggunakan kameranya dan menulis semua informasi penting. wanita berambut pirang berkebangsaan Inggris itu hanya tersenyum. Merasa menemukan fakta yang selama ini menggelitiknya. Fakta yang sering di dengarnya dari rekan-rekan muslimnya dikantor. Rekan paling banyak di Islamic Jarusalem Studies, Skotland. Kantornya.

“Bangsa yahudi sudah menyiapkan diri untuk kiamat. Mereka ketakutan. Maknya mereka menanam sebanyak mungkin pohon gorgot. Jutaan dollar mereka keluarkan untuk proyek ini.”

“Pohon gorgot?” Dengan nada penasaran.

“Iya pohon kaum yahudi, pohon yang akan melindungi mereka saat kiamat. Semua pohon dan batu di waktu kiamat akan memberitahu keberadaan kaum yahudi pada kaum muslim. Kecuali satu pohon yang akan diam, Pohon Gorgot.”

Jepret…Jepret…Jepret!

***

“Yahudi, muslim dan Agamku saat ini, Kristen. Aku semakin tau mana yang sesungguhnya benar dan membuatku nyaman.” wanita berambut pirang berkebangsaan Inggris itu diam sejenak.

“Agama yang hanya  mengakui satu Tuhan.” Gumamnya dalam hati.

Selepas duka dan Alone forever.

Selasa, Juni 08062010

19.30


Tidak ada komentar:

Posting Komentar