Sabtu, 25 Desember 2010

LEDGARD MUSUH DI BALIK KABUT

WD.Yoga
579 Hal-C I Publishing
Cetakan Pertama, November 2005

Baik karena saya ditagih penulisnya dan sudah berjanji untuk membuat review akan novel ini. Saya akhirnya membaca novel ini dengan serius. Dahi berkerut. Kata-kata dibaca detail. Samakin menemukan kesalahan semakin ada kelegaan (Jahat!). Yah, kalau saya tidak menemukan kesalahan. Nanti saya tak akan punya bahan untuk review ini.
Saya sebenarnya cukup menyesal telah membaca review buku ini di salah satu blog terlebih dahulu. Secara tidak langsung review itu menggaguku saat membaca. Saya jadi disibukkan dengan aktivitas menelisik kebenaran dari review tersebut. Benarkah begini? Benarkah begitu?
Saya akan memulai dari tokoh,
Vasthi: berhubung saya menganal Mas Yoga(mungkin lengkapnya D.I. Yoga?). Saya tau maksud pengkarakteran tokoh ini. Karakter ini digambarkan sebagai sosok akhwat (Red.Perempuan) banget. Lembut, perhatian, melo,keibuan...Dan berjilbab.apa?
Bisa dilihat dari petikan narasi ini
“…gadis itu menganakan sehelai gaun panjang berwarna putih menutupi seluruh badannya. Lengan dan ujung kakinya juga tertutup oleh baju itu. Di kepalanya gadis itu menganakan sebuah kerudung yang menutupi seluruh bagian kepala dan lehernya, dan hanya menyisakan wajahnya…”(p.23)
Dan yang ini,
“Vasthi kali ini memakai gaun berwarna hijau lembut. Gaun panjang itu dan menutupi seluruh bagian tubuhnya…”
Dan lebih islami lagi, Vasthi juga Gadzul Bashar (Red.Menjaga pandangan). Lihat narasi ini
“…Rhavi bertanya – tanya tulang leher gadis itu terbuat dari apa karena sejak tadi ia menunduk – nunduk terus!”
Tapi???
Kita beranjak ke tokoh selanjutnya dulu.
Nash:Kalau Vasthi adalah sosok yang akhwat banget maka tokoh iniikhwan (Red.Laki-laki) banget. Bijaksana, pemegang keputusan yang penuh pertimbangan, melindungi, mengayomi. Dan tentu saja pengislaman karakter juga terjadi pada karakter ini. lihat narasi ini:
“Tidak peduli sepedih apapun hati ini melihatnya bersedih tetap saja belum menjadi haknya! Nash menurunkan tangannya dan menatap pilu.”
Benarkah tuduhan saya mas?
Nah masalahnya adalah kedua tokoh ini seperti satu tokoh. Saya suka bingung. Benar! Karakter mereka hidup. Tapi sudut penulis pada kedua tokoh ini tidak terasa berbeda. Sepertinya penulis paling susah untuk mendalami kedua karakter ini dibanding karakter lain. Jadi saya kadang susah membedakan antara keduanya.
Tokoh Nash juga serba nanggung. Perasaan cintanya nanggung ke Vasthi. Perasaanya ke orang tuanya juga nanggung. Soalnya, waktu diceritakan ketika iffaret hancur, orang tuanya meninggal. Namun Nash jauh lebih terpukul karena kenyataan bahwa kecengannya (Vasthi) membohonginya ketimbang kematian orang tuanya. Bahkan kedataran wajahnya saat kesedihan itu juga diakibatkan oleh Vasthi ketimbang kehilangan ortunya atau segala hal mengenai kotanya. Oh..cinta membutakan semuanya. Kempuan Nash juga nanggung. Apa kekuatannya? Diplomasi? Memimpin? Sepertinya butuh lebih dari sekedar ahli pedang. Bahkan sebanrnya Nash disini tidak disebut sebagai ahli pedang. Dia hanya prajurit biasa yang menggunakan pedang.
Rhavi: ini tokoh paling hidup. Paling kuat karakternya. Penulis sukses menggambarkan karakternya. Dengan tongkat dan kemampuan terbangnya. Tidak terpikir dia adalah Avatar Ang?
Gambaran akan sosok Rhavi pada gambar ilustrasinya kok membuat saya kurang puas. Tokoh sanguis ini tergambar terlalu sangar. Harusnya terlihat lebih remaja yang aktif, tempramen dan menggebu-gebu. Sedangkan pada ilustrasi gambar Rhavi terlihat sebagai pria tampan berambut panjang.
Tokoh yang lain juga begitu hidup. Kali ini penulis sukses memainkan sudut pandang. Mendalami tokohnya. Tapi saya agak kurang mengerti dengan Karra. Bagaimana dia termakan jebakan yang dibuatnya sendiri saat menjebak Nash dan rombongan waktu di Lebda dengan Esvath Kuning dan Esvat Agung. Memang dijelaskan bahwa dia termakan jebakannya sendiri. tapi bingung. Kenapa itu bisa terjadi? Bagaiman kronologisnya? Padahal itu point penting yang menentukan keberpihakan Karra selanjutnya. Saya jadi merasa penulis sejak awal memang bermaksud menjadikan Karra akan jadi tokoh pembantu utama. Apapun yang terjadi ya tetap saja dia akan menjadi tokoh pembantu utama. Tidak perlu banyak cincong, pokoknya dia akan jadi tokoh pembantu utama. Apapun yang terjadi!huft…butuh penjelasan yang lebih dari sekedar kenyataan bahwa memang dia akan dijadikan tokoh pembantu utama oleh penulis.
Oh ya ini novel sudah terbit dan tersebar keseluruh nusantara. Sudah bukan alasan bahwa ada ejaan yang salah. Saya menemukan kesalahan ketik di p.441 dan p.454. Kata “kekuatan” ditulis dengan huruf K kapital. Padalah itu kata di tengah kalimat. Apa memang begitu ya cara nulisnya?
Oh ya kematian Ladam hitam itu agak mengusik kenikmatan. Ladam hitam digambarkan dengan begitu hebatnya. Bisa melakukan kemampuan yang digunakan Esvath, baju zirah yang dari kaum Pox. Bahkan di awal Kempuan es Hardin tidak sanggup menggoresnya. Tapi dia mati dengan mudah saat melawan Hardin. Harusnya ada petempuran yang lebih sengit dari itu. Sekalipun akhirnya Hardin diceritakan mati karena pertempuran itu.
Tunggu sebentar. Seingatku bukannya Hardin hanya terluka ya? Waktu di Bab selanjutnya Hardin sudah dibopong karena mati. Saya kurang jeli kali ya?ada bagian yang tak kubaca dengan konsentrasikah?
Sayang lagi-lagi saya dikecewakan dengan kematian Sicah dan Jorian. Mereka tergambarkan sebagai keturunan Jind. Apalagi Sicah digambarkan sebagai sosok kekar, kuat dan beringas. Waktu pertumpuran akhir saya tidak mendapatkan pertempuran yang terlalu sengit. Tokoh musuh yang hebat itu mudah dikalahkan. Tidak ada pertempuran sengit yang terjadi. Jadi, saya selalu merasa akan meragukan gambaran ”Hebat” dalam setiap tokoh dicerita ini kalau toh mereka tidak hebat-hebat banget di pertempuran. Mudah banget dikalahkan. Apalagi Sicah mati bahagia ya? Semoga diampuni dosanya oleh yang Maha Tinggi. Amin.
Tidakkah merasakan kalau tokoh Sicah mirip dengan Gara di komik Naruto? Dan pertempuran Nash dengan Sicah mirip dengan pertempuran Naruto dan Gara.
Kehebatan karya ini adalah narasi dan dialog begitu cerdas dan hidup. Tokohnya jadi benar-benar bisa terasa nyata. Settingnya memang tidak sekuat LTR-nya Tolkien tapi lumayan hidup. Good job!
Banyak orang yang berkomentar akan novel ini membosankan di tengahnya. Ini karena kebanyakan konflik yang terlalu datar. Masalah diplomasi. Benar saya juga merasakannya. Datar, datar dan datar. Untung ini ketolong dengan kehebatan penulis dalam merangkai dialog dan narasi yang cerdas.
Eh ya yang saya suka adalah bangsa felis yang suka mengaung” Mrrr” dalam setiap dialognya. Dan Jahe dingin? Oh mas D.I. Yoga pasti orang yang gemar meminum Jahe dingin di angkringan sambil merenungkan ide-ide Ledgard ini.
Ada satu kesalahan fatal menurut imajinasi saya. Vasthi adalah bangsa Kolonn. Bangsanya dikenal sebagai cenayang mimpi. Harusnya di awal kenapa tidak dia katakan saja apa yang sesungguhnya yang dilihatnya dalam mimpi. Dia bisa mengatakannya kepada pejabat Iffaret. Dia bisa menggunkan statusnya sebagai putri bangsa Kolonn untuk mempertegas agar dipercaya. Seperti yang sering dilakukannya. Tidakkah dengan begitu bukan hanya Nash yang akan tertolong. Tapi semua Bangsa Iffaret. Setidaknya bangsa Iffaret sanggup mengungsi. Atau lebih menyiapkan pertempuran. Atau seperti di Sish – Jakin Vasthi sudah memanggil bantuan dari Kapten Narm untuk membantu Iffatret. Bukannkah membantunya kembali pulang ke Kolonn membutuhkan waktu beberapa hari. Tidak mustahil untuk juga mengungsikan penduduk Inffaret. Hah, ini hanya pendapat pribadi. Kalau salah ya maaf. Kalau ceritanya begitu mungkin Ledgard akan tamat di Bab 2 kali ya?hehehe…
Satu lagi, Kenapa bukan vasthi saja yang disuruh untuk berdiplomasi bersama Nash. Dengan statusnya sebagai orang yang lebih dipercaya ketimbang Karra. Tidakkah itu akan memudahkan membujuk? Sekalipun Karra mampu berdiplomasi nan cerdas. Tapi untuk masalah sepenting itu, bukankah dibutuhkan orang yang bisa dipercaya ketimbang orang hebat berdiplomasi.
Harusnya Vasthi lebih memiliki peran lebih. Vasthi tidak kunjung muncul hingga bab terakhir. Apakah perannya akan dimaksimalkan di Ledgard dua? Sudah lima tahun lo mas penulis. Ayolah sudah saat memenuhi kahuasan kami akan seri selanjutnya.
Satu lagi kenapa naga dipanggil oleh Esvath tanah. Kok ganjil banget. Apakah begitu dekatnya antara tanah dan api. Lebih rasional kalau yang memanggil adalah Esvath api. Nah, jadi kepikiran harusnya Nash itu Esvath api saja. terasa perannya akan lebih cihui ketimbang diplomat semata.
Terlepas dari gugatan-gugatan saya yang sejujurnya sangat subjektif menilai. Saya rasa harusnya novel ini booming. Novel ini cerdas dan menarik. Sebanrnya dulu novel ini sanggup menyaingi kemelejitan Laskar Pelangi dengan sudut genre yang berbeda. Yah begitulah kalau ada dua yang hebat di era yang sama, pasti kehabatan yang satu akan tertutup oleh kehebatan yang satunya. Ok, novel ini sangat rekomandasi buat anda yang merasa pecinta novel fantasi. Bagi yang tidak, juga tetap saya sarankan. Tapi bagi anda yang tidak ingin gelisah karena menunggu novel sekuelnya yang masih akan berapa tahun lagi muncul. Sebaiknya urunkan niat Anda karena saya sendiri juga mati penasaran untuk menanti LEDGARD 2!
“Mas Yoga. Mrrr. Mana novel keduanya?”
*Ada penulis dengan nama GD.Yoga, novelnya judulnya Lencanakalau nggak salah. Apakah GD. Yoga kepanjangan dari Ganjar Dzakka Yoga? Oh …hehehehe!
Yogyakarta, 18 Desember 2010
05:55 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar