Setiap orang pasti punya sisi lemah dalam dirinya. Ada yang jujur mengakui, ada yang sekuat tenaga berusaha menutupinya dari orang lain. Karakterlah yang membentuk seseorang bertindak salah satu diantara kedua pilihan sikap di atas. Kalau saya jelas, saya orang yang ekspresif. Apa yang saya rasa akan keluar dalam bentuk ungkapan eksperesi.
Teman saya yang saya panggil dengan sepaan akh( red. Saudara laki-laki). Saya jarang memanggil seseorang dengan panggilan itu. Dan saya selalu menolak kalau dipanggil demikian. Apa ya, saya merasa di lingkungan saya panggilan itu untuk merujuk kepada panggilan kepada orang yang dirasa sholeh. Jadi belum pantas saja bagi saya.
Begini, akh itu orang yang tegar, bijak, baik hati, pinter, ramah lingkungan, rupawan, mapan, punya banyak teman. The man who has everything! Paket komplit! Keren benget lah. Saya suka merasa sosok sempurna itu minim kelemahan.
Saya sempat bertanya-tanya apakah akh juga punya masa galau seperti saya (kalau saya setiap hari adalah galau)?
Setelah sekian lama saya mengenalnya. Baru kemarin saya melihat akh menangis. Iya menangis. Perfect man itu menangis. Satu persatu kelebihannya mulai runtuh. Semua kembali sadar bahwa dia juga manusia yang lemah. Manusia yang pada saat tertentu begitu tak berdaya.
Saya sering melihat dan mendengar teman saya menangis. Tapi ketika akh yang menangis saya hanya dibungkam kebingungan, apa yang hendak saya lakukan. Dalam kondisi terjepit pada suasana dimana saya merasa tak beguna semacam ini adalah menyebalkan! Saya hanya diam. Tangisnya masih pecah. Sedu sedannya mengiris perasaan. Bagi saya seorang akh menangis berarti masalahnya bukan sembarangan. Saya lalu memberanikan diri maju mendekatinya. Saya mengelus punggungnya. Selanjutnya saya hanya bisa meminta akh untuk istighfar. Mau apa lagi? gimana lagi?
Beberapa menit berlalu (bagi saya hitungan menitnya terasa seperti ribuan tahun). Tangisnya mulai memudar. Dia mulai bercerita. Konyolnya saya yang sedari tadi diam jadi ikut tersedu. Melihat sisi akh yang saat itu terlihat lemah, benar-benar bukan seperti akh yang kukenal dan mendengar ceritanya yang begitu pedih benar-benar mengiris perasaan. Saya memeluk akh. Saya ingin berempati pada akh, seperti seorang saudara pada saudaranya. Biasanya akh seperti kakak bagi saya, juga bagi yang mengenalnya. Tapi saat itu saya merasa akh seperti adik saya yang butuh ayoman seorang kakak. Hore! Saya punya adik.
Yang hebat dari cerita akh adalah kebijaksanaannya menanggapi masalah. Dia tidak menyalahakan keadaan, orang lain atau bahkan dirinya sendiri. Tapi akh dengan tegas bilang kalau ini ujian baginya untuk mengerti bahwa segala yang di dunia ini hanya titipan. Sang pemilik punya hak penuh untuk mengambilnya sewaktu-waktu. Akh lebih berorientasi pada solusi ketimbang masalah itu sendiri. Dalam keadaan seberat itu kamu masih membuatku kagum sekaligus tertohok.
Akh, aku yakin seyakin Allah itu esa. Bahwa dirimu pasti bisa melewati masa ini. Setelah masa ini, kamu pasti lahir kembali dengan metamorphosis lebih sempurna lagi.
Akh, aku menyayangimu karena Allah!
Akh, aku menyayangimu karena Allah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar