Aku ingin tertawa. Aku tidak membayangkan kalau BonBin bisa membuat kakiku serasa hilang dari tubuh ini. Aku ingin bilang ini sangat melelahkan. Wajah melayu, tenaga tersublim, semangat meredup. Hah…Namun, kalau saja aku bisa memilih, aku ingin hariku hanya diisi dengan hari bersama kalian:CWC!
Silahkan protes, tapi kenyataannya setiap rihlah pasti yang paling sibuk adalah siapa lagi kalau bukan…Aku! Mulai dari acara, tempat, apa aja yang mesti dibawa sampai aku harus merayu sana-sini untuk mendapatkan pinjaman mobil dan sopir.
Pagi dengan malas yang sulit untuk ditampik, aku berusaha untuk mengumpulkan semangat. Aku tak ingin berharap lebih dengan piknik kali ini. Tempat? BonBin, sudah sering. Apa yang terlihat menarik di sana? Acara? Aku ragu, walau aku yang membuatnya. Sudahlah jalani saja.
Malam sebelumnya aku sudah menghibur diri dengan makan di tempat mahal,. Nggak Kenyang tak masalah, yang penting MAHAL. Apapun yang mahal lebih berharga, sekalipun rasanya yah sama saja. Setelah puas, baru pulang untuk tidur menggati semua beban pikiran dengan gelombang gama.Sms silih berganti datang dari Fatma-Ana-Fatma-Ana-Rara-Fatma-Ana-Fatma-Rara-Ana….masa bodoh, aku mau tidur!
Pagi aku sudah ke sana dan kemari. Mulai membeli ini dan itu. Aku lupa Fedy Nuril artis kondang itu sangat rendah hati, dia kuliah tak mau pamer kekayaan. Kemana-mana hanya jalan kaki. Dan tak mungkin kaki licin sang artis jadi kapalan karena harus jalan kaki dari Klebengan ke Gembiraloka. Maka aku mengirimkan pesan mengabarkan untuk menunggu teman sesama artisnya ini ( aku maksudku) menjemputnya.
Sampai di depan kos Andhika apa yang terjadi? Aku salam beberapa kali hanya sunyi. Jendela dibuka. Mataku celingak-celinguk ke dalam. Aku cuma menemukan bantal sedang terkeluai di kasur. Aku ketok lagi, sunyi. Aku ketok lagi, tak ada jawaban. Aku salam dengan suara mendesah tak dijawab. Mungkin tak ada orang di kamar, tapi firasatku ada. Aku sms!Pesan dikirim. Miaw…Miaw…disusul suara ”Oh Mas Wisnu, masuk mas!” He? ternyata sedari tadi yang kukira bantal adalah sang artis. Oh kejam sekali, aku bangun pagi hanya untuk menjemputmu. Eh ni bocah malah tidur nyenyak. Mandi!!!
Jam sudah menunjukkan pukul 07 lebih banyak. Aku dan Andhika sampai rumcay. Rumcay terlihat lengang. Belum ada satupun yang sampai. Aku taunya Fatma sedang membungkus nasi dengan L.O.V.E lengkap dobel karet warna merah jambu (ada yang merasa menerimanya? Ihiiiiiiiir!). Rara di jauh sana masih merutuki telurnya yang lupa di kasih bawang putih.
Kita persingkat. Setelah semua terkumpul dan mulai ribet hanya dengan masalah-masalah sepele mulai dari helm lah, tikerlah, ini lah, itu lah. Akhirnya kita berangkat juga.
Keuntungan kita telat apa teman-teman? Satu hal. Kita tak perlu menjadi orang yang lebih rajin dibanding petugas kebersihan Gembiraloka. Gila…Jam 07.00 WIB! Singa aja mungkin baru senam pagi.
Di taman yang mendekati tempat keluar kita menggelar tikar merah. Ada bau rerumputan yang masih bisa tercium. Acara dimulai dengan MC yang tidak jelas antara aku atau Rara atau Ana atau sebenarnya kolaborasi.
Awalnya ada yang ide kalau kerupuknya digantung (mirip-mirip lomba tingkat RT gitulah). Tapi katanya nggak ahsan makan sambil berdiri. Awalnya juga semua pada males main game ini. Pada masih jaim. Baru setelah paksa memaksa mulailah lomba makan kerupuk. Ada 3 tim, tim pertama tim Monyet ( Ana, Andhika dan Wahyu), Tim Burung merak yang lagi kasmaran menunggu perjaka (halah opo jal, aku lupa nama timku. Ada aku, Fatma, dan Novi), tim terakhir tim nggak tau (heheheh…Ada Mas Ashif, Mbak Flo dan Rara). Dan dewan jurinya Mas Imad.
Peraturan menghabiskan kerupuk secepat mungkin tanpa boleh bersuara. Beneran itu pertama kalinya aku lupa cara menelen. Soalnya kan kerupuk itu lengket ya kalau basah. Kalau kalian lihat videonya, bisa lihat aku sedang berusaha menelan dengan usaha maksimal. Mulai lompat, mendongak, sampai menepuk mulut. Sebenarnya timku udah menang, aku sudah tinggal membereskan seresah sisa kerupuknya. Tapi tiba-tiba dewan juri memutuskan pemenangnya tim monyet. Baru Fatma ngomong kalau aku masih bawa satu potongan kerupuk. Sumpah nggak nyadar. Kalahlah tim Burung merak yang lagi kasmaran menunggu perjaka. Dan berarti Andhika mempertahankan prestasi juara makan kerupuknya. Selamat ya!
Lomba menghias tumpeng nasi putih.(Ini judulnya, mohon dicamkan.)
Fatma sangat amat paling semangat dengan lomba ini. Dari rumah sudah bawa amunisi sosis, kering, telur puyuh. Udah dikira mau lomba ibu-ibu PKK saja. Karena timku baik hati (Aku, Fatma, Wahyu, dan Mbak Flo) kami akhirnya membaginya menjadi dua untuk tim lawan (Andhika, Novi, Ana, dan Rara). Juri rasa Mas Ashif (Rasanya mah sama aja kali…) dan juri kecantikan adalah Mas Imad( Ih centil banget ya?). Di tanganku yang lentik berbagai macam sayuran beruah jadi bunga. Sungguh aku mempertanggungjawabkan nilai Sembilan pelajaran tata boga waktu SMP. Jadilah tumpeng merapi kami yang rapi,cantik dan menawan. Disebalah sana nasi dipenyet-penyet dan di kasih hiasan yang serba dibelah menjadi empat sisi juga sudah jadi.
Kalian bisa menebak yang menangkan?
Harusnya sih tebakan kalian benar. Tapi juri yang sangat tidak kompeten itu memilih nasi…(males nyebutnya) itu sebagai pemenang. Harus diluruskan tikus tidak bertelur. Berhubung aku sampai mutah-mutah belajar bioteknologi jadi tau apa itu mutasi gen. Dan mutasi gen tak akan bisa mengakibatkan tikus bertelur. Pendapatnya mengada-ada. Tapi yah gimana lagi. Mereka menang!
Aku curiga jangan-jangan yang bikin kita capek adalah lagu yang dinyanyikan saat tukar kado. Susah dibedakan antara orang teler dengan orang menyanyi. Kesyahduan lagu “Dari Sabang Hingga Merauke” tercemar oleh polusi suara kacau. Atleast saya dapat kado yang saya suka. Lilin rasa strawberry, yummi! Cakep banget kalau buat ngepet.
Sesi curhat. Akhirnya aku tau isi hati anak baru. Rihlah ini berhasil. Akhirnya hati kalian merasakan jatuh cinta dengan CWC. Ini memang tidak mudah. Ini tidak bisa tumbuh dari orang lain. Hanya dari hati kalian perasaan itu bisa muncul.
Sore kita pulang. Ets, tapi kita muter dulu. Kita melihat hewan-hewan dulu. Udah bayar mahal-mahal sayang dung kalau nggak dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Cerita lucu silih berganti dari Mbak Flo dan Fatma yang buru-buru meninggalkan biawak komodo soalnya mereka yang lagi Haid. Konon katanya biawak komodo bisa mencium bau darah hingga jarak 20 m. Dan mereka bisa mengejar dengan kecepatan 20 -40 km/jam. Serem ah.
Fatma yang amat sangat takut dengan ular. Mungkin takut kedoknya terbongkar. Buru meninggalkan kadang reptile dengan mata terpejam. Lalu singa yang tiba-tiba masuk kandang dan mengaung keras. Percaya tidak percaya sebenarnya singanya betina yang molek itu sempat melihatku, Pria RUPAWAN yang baru menginjak masa pubertas sebelum masuk sangkarnya. Jadi dalam bayanganku sebenarnya aungan itu kalau diterjemahkan Whisnaaw…Whisnaww…Whisnaauww. Hebat ya, bahkan singapun bisa kesemsem segitunya dengan aura kehebatanku. Di peristiwa lain, katanya mas Ashif yang jatuh dari tangga untuk menghibur kami ( kenapa nggak sekalian salto aja mas? Mungkin kami lebih terhibur). Dan atraksi memberi makan kuda nil raksasa yang kesepian. Kuda nil yang asyik berendam kita beri sesajen pemanggil. Air mulai bergerak. Berkeciprak. Lalu perlahan tubuh raksasa itu bangkit. Busyet mulutnya dulu yang bangkit. Terbuka dan menghebuskan nafas air. Dasar para bikin onar yang ternyata nyalinya kecil ini pada jumpalitan berhamburan. Ana sampai jatuh. Aku seneng! Kuda nil yang kesepian itu diberi makanan yang tidak layak. Mentang-mentang omnivora dikasih kerupuk ama kertas minyak.
Kuda nil mengakhiri kunjungan. Malam pun mulai menyibak sore. Setelah bikin rusuh, doaku hanya agar tak satupun hewan berubah stress. Kalau aku langganan membaca National Geographic, aku pernah membaca bahwa hewan itu mempunyai kepekaan terhadap perasaan. Kebahagian yang tengah kita rasa. Semoga tersalur sekaligus menghibur para hewan yang tengah menjalani kehidupan dibalik kesendirian jeruji besi. Kesepian.
Yang aku heran kenapa Ridwan pulang membawa gitar kecil? Mau ngamen?